Pemikiran Filsafat Hukum
Barat
Sekarang, bagaimana aliran-aliran
tersebut terangkai dalam kronologi sejarahnya. Dengan kata lain, bagaimana
tema-tema dan ide- ide filsafat hukum Barat tersebut muncul dan tergambar dalam
setting sosio-historisnya, yaitu dalam konteks masyarakat di mana dia muncul
dan hubungannya dengan teori dan konsep-konsep yang sebelum maupun sesudahnya.
Seperti yang telah diterangkan di muka, pengkajian filsafat hukum secara
historis adalah untuk melihat berbagai ide hukum yang lahir, yang telah
membentuk dan berkembang dari masa ke masa. Bagaimana masyarakat dari masa ke
masa menghadapi dan merefleksikan kehidupan mereka dan bagaimana refleksi
tersebut membentuk pandangan hukum mereka.
Nantinya Filsafat yang
menghasilkan berbagai pikiran modern tentang hukum yang diawali perkembangannya
di bangsa Yunani pada abad VI sebelum Masehi. artinya Jauh sebelumnya telah
terdapat perkembangan budaya dan filsafat di bagian dunia lain khususnya di
Timur Tengah, Mesir, India, dan Cina. Juga telah di dapati perundang-undangan
yang memadai di masa Babylonia (Hammurabi abad XVIII sebelum Masehi dan juga di
Yahudi abad XIII sebelum Masehi).
Di Cina juga sudah terdapat
pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang negara dan hukum, yang menentukan
garis-garis kepemimpinan masyarakat Cina sampai zaman sekarang ini.
Adapun pemikiran yang tumbuh
subur dan luas jangkauan dan perkembangannya merupakan pemikiran dari
bangsa Yunani. sehingga Filsafat tentang negara dan hukum yang telah
dikembangkan di bangsa Yunani akan jadi titik tolak pandangan modern dunia
dalam masalah tersebut.
Berbagai pemikiran bangsa Yunani
kemudian di lanjutkan dalam kebudayaan Romawi, kemudian ditampung dalam
kebudayaan Eropa. dengan kebudayaan Eropa timbul wacana dalam pemikiran hukum
bangsa Yunani yang kemudian di jadikan milik berbagai bangsa di seluruh dunia.
Karena itu, untuk sampai pada pandangan modern tentang hukum kita harus
menelusuri jalan sejarah filsafat hukum Eropa.
Sejarah Filsafat Eropa tentang
hukum dapat dibagi kepada beberapa tahap yang masing-masing memiliki coraknya
tersendiri :
1. Zaman Yunani sampai Romawi :
Hukum dikeluarkan dari lingkup alam yang sakral dan di mulai dipersoalkan
sebagai gejala alam yang tidak sakral (abad VI sebelum Masehi—abad V sesudah
Masehi)
2. Abad Pertengahan : Hukum
ditanggapi terkait isu keberadaan dan hubungan dengan Allah dan agama (abad
V—abad XV)
3. Zaman Renaissance : Hukum dapat
dilihat dengan hubungannya pada kebebasan manusia dan eksistensi berbagai
negara dan bangsa (abad XV—1650)
4. Zaman Rasionalisme : Hukum
dipandang dengan berpikir secara rasional dan menyeluruh dengan pada suatu
negara dan hukum (abad 1650—1800)
5. Abad XIX : Hukum dipandang
pada faktor dan berkembanganya budaya dan di jadikan objek penyelidikan
ilmiah (1800—1900) semua berbagai macam aliran yang muncul dalam
fase-fase dimaksud berlandaskan kepada dua teori utama atau teori dasar yaitu :
a. Teori Hukum Alam dan Teori Hukum Positif.
Sebelum fase pada abad xix ditandai dengan warna kehidupan Hukum Alam
sedangkan fase sesudah abad xix dengan hukum positif.
Agar dapat melihat dua pusat pemikiran hukum ini, berkembang dan
mempengaruhi berbagai aliran pemikiran hukum sepanjang sejarahnya, berikut akan
diberikan sinopsis perjalanan dua ide dasar filsafat hukum tersebut.
1) Hukum Alam
Sejarah hukum alam adalah kisah tentang pencarian manusia akan keadilan dan
hukum yang lebih tinggi. Jadi harus digarisbawahi bahwa hukum alam itu pada
dasarnya adalah keyakinan dan ide akan adanya hukum yang lebih baik, lebih
tinggi dan ideal sebagai alternatif dari hukum yang sedang dilaksanakan.
Keyakinan ini sertaberbagai ide dan teori yang ada dari keyakinan tersebut
dalam sejarahnya mengambil berbagai bentuk macam. Dengan kata lain, pemikiran
dan pengertian tentang apa hukum alam itu, atau apa hukum ideal dan lebih baik
itu terus berubah mengikuti perubahan kondisi sosial dan politik suatu
masyarakat. Yang tidak berubah dari semua gejala perbedaan yang ada adalah
keyakinan, upaya, serta kebutuhan akan hukum yang lebih baik dan ideal.
Dalam praktiknya, kemunculan keyakinan, upaya, serta kebutuhan ini tentunya
dipengaruhi oleh ideologi dan kondisi-kondisi sosial-politik masyarakat.
Dilain itu, usaha dalam mencari kebutuhan agar dapat merumuskan hukum alam
dapat muncul dan berkembang dalam mendukung suatu motif atau kekuatan politik
tertentu dan sebaliknya untuk menjatuhkannya.
Pada hal lainnya, teori pemikiran pada hukum alam dapat menjelma kepada 2
warna atau sifat yang saling berlawanan sekaligus. bersifat otoriter dan
individualis dan ada juga yang bersifat progresif dan juga konservatif; Ada
yang bercorak relijius dan sebaliknya ada yang rasional; ada juga yang bersifat
absolut sementara ada yang membentuk relatifisme.
Ideologi yang menjadi latarbelakang teori-teori dan pemikiran hukum alam,
yang paling konsisten sekaligus utama, terbahagi kepada dua macam.
Pertama, ide tentang keteraturan dan hukum universal yang mengatur
kehidupan seluruh manusia di alam.
Kedua, ide bahwa setiap orang tanpa terkecuali memiliki hak-hak azasinya
sebagai individu manusia. Ideologi yang pertama ini menjadi ide munculnya
berbagai aliran dan berbagai pemikiran hukum yaitu; Stoics, Filsafat dan
Jurisprudensi Romawi, Kekuasaan Gereja, Aturan Hukum Barat Abad Pertengahan,
dan teori hukum internasional Grotius. Teori terakhir ini menjadi induk dari
sistem hukum internasional yang sekarang berkembang. sedangkan ideologi kedua
menjadi ide lahirnya teori John Locke dan Paine, dikemudian waktu menjadi
fondasi bagi filsafat individualisme Amerika dan undang-undang modern di
berbagai negara.
Kedua ideologi beserta pemikiran hukum alam yang terbit oleh
masing-masing ideologi tersebut sampai saat ini masih berseberangan dan belum
ada yang dapat menyatukannya. Upaya kombinasi ini masih terus dilakukan oleh
kelompok yang inginmerumuskan sesuatu ketentuan hukum internasional yang
sekalian bisa menjamin proteksi hak- hak azasi orang manusia.
Ada pula dalam perihal ikatan serta persentuhan antara Hukum Alam dengan
hukum positif nampak kalau pada masa ataupun masa era kuno hingga Abad
Pertengahan hukum alam ditempatkan bagaikan alternatif yang membatalkan
legalitas hukum positif. Sedangkan pada era modern hukum alam tidak ditatap
bagaikan penegasian hukum positif namun bagaikan hukum sempurna yang jadi
sumber serta patokan kebenaran hukum positif.
Contohnya, prinsip- prinsip Hukum Alam dari filsafat Skolastik jadi hukum
positif utama dalam Gereja; Ide- Ide hukum alam John Locke serta Paine jadi
sumber dari hukum positif Amerika dengan dimasukkannya ke dalam konstitusi
negeri tersebut. Tidak hanya itu, klausa- klausa universal undang- undang
negeri Amerika diinterpretasi serta dianalisis dengan mengacu kepada prinsip-
prinsip hukum alam. Begitu pula, polemik yang timbul pada era modern berkenaan
dengan pertentangan antara kedaulatan negeri nasional serta internasional bisa
dieliminasi dengan metode menjadikan prinsip- prinsip hukum alam yang mengikat
segala bangsa bagaikan hukum positif. Maksudnya, bila serta kala segala manusia
di alam ini hidup dalam satu kedaulatan global, hingga prinsip- prinsip yang
diterangkan Grotius serta tokoh yang lain bagaikan‘ Hukum Alam’—sekarang
diketahui dengan nama yang lebih elok ialah“ prinsip- prinsip pokok hukum”—akan
jadi fondasi untuk hukum positif yang dibangun oleh kedaulatan internasional.
2) Hukum Positif
Aliran- aliran filsafat hukum yang timbul pada abad 19 yang tumbuh dari
ilham‘ positivisme’ merupakan filsafat idealisme transendental( sesungguhnya
akarnya sudah berkembang pada abad 18); positivisme analitis; utilitarianisme;
mazhab sejarah; materialisme marxisme serta terakhir di penghujung abad ini
diucap aliran realisme ataupun idealisme hukum baru. Seluruh aliran ini
merefleksikan tendensi abad tersebut meski dengan eksrepsi yang berbeda serta
kadangkala berlawanan.
Filsafat ilmu Kant mengekspresikan pemberian otoritas ilmu kepada ide
manusia serta tuntutan kepada uraian ilmiah terhadap indikasi alam. Positivisme
analitis merupakan konsekuensi dari tumbuhnya negeri bangsa, otoritas hukum
dari negeri, struktur kemasyarakatan yang terus tumbuh serta pembagian tugas
dan kekuasaan negeri ke dalam bermacam lembaga kenegaraan. Positivisme
analitis ialah akibat langsung dari sudah terciptanya profesionalisasi
hukum serta majunya lembaga- lembaga hukum yang resmi di dasar kewenangan
negeri sehingga atensi serta kegiatan hukum terkonsentrasi kepada interpretasi
serta sistematisasi materi- materi hukum yang telah bertumpuk- tumpuk.
Ada pula Utilitarianisme merefleksikan kecenderungan materialisme serta
pragmatisme manusia abad 19, yang didukung oleh kemajuan serta perluasan yang
tiada banding dalam bidang ekonomi serta perdagangan dan prospek kemakmuran
materil yang seakan tiada berbatas. Materialisme Marxist malah kebalikannya.
Aliran ini mempunyai proposisi yang sama dengan filsafat Utilitarianisme kalau
manusia merupakan makhluk ekonomi( homo economius), hendak namun Marxist
menyikapi kebalikannya serta menunjukkan teori hukum yang skeptis, berlawanan
dengan utilitarianisme yang menghasilkan optimisme yang bundar serta teguh.
Mazhab sejarah sebagaimana dibesarkan oleh Bruke serta Savigny mempunyai dasar
filsafat yang agak berbeda. Sesungguhnya mazhab ini terhubung dengan ilham
nasionalisme yang sakral serta romantik( perfeksionis) yang ujung- ujungnya
hendak menjelmakan absolutisme kekuasaan negeri yang permanen. Hendak namun,
pengaruh pertimbangan sejarah dalam menguasai pergantian serta pertumbuhan
hukum kesimpulannya menciptakan ilham pergantian dalam sistem hukum negara-
negara dan berkembangnya pemikiran- pemikiran hukum Hegel, Maine, Fouillee,
serta yang lain
Seluruh aliran filsafat hukum ini terus hidup serta lebih tumbuh dalam abad
20, sedangkan sebagian di antara lain menyatu. Idealisme transendental bersama
dengan mazhab sejarah berfungsi dalam melahirkan teori- teori hukum Hegel,
serta teori ini berikutnya jadi dasar dari terjadinya teori Fasisme. Aliran
Utilitarianisme berikutnya tumbuh ke dalam bermacam cabang teori sosiologi
hukum. Filsafat kritikal kelompok Kant digabung dengan ilham aliran positivisme
pada abad ini menimbulkan teori‘ Hukum Murni’. Setelah itu, ambil serta mencampurkan
ilham empirisme aliran Positivisme, Utilitarianisme serta pula Marxist
kesimpulannya membentuk pemikiran hukum Realisme, suatu aliran yang mengenakan
pertimbangan bermacam ilmu- ilmu sosial dalam menguasai serta menarangkan
hukum.
Teori hukum abad 19 berikutnya merupakan hasil review dari bermacam ilham
hukum tadinya dengan memakai analisis ilmiah serta pengujian sains.
Sumber Bacaan
DR. Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah,
Pustaka Filsafat Penerbit Kanisius, 1982, hal. 16-17
W. Friedmann, Legal Theory, Stevens & Sons Limited, Edisi Kedua, 1949,
hal. 15-22
Posting Komentar untuk "PEMIKIRAN FILSAFAT HUKUM BARAT SEPANJANG SEJARAH"