FILSAFAT HUKUM HUKUM BARAT DARI ZAMAN KE ZAMAN

 



A. FASE RASIONALISME

Pada era ini telah menyeluruh komentar kalau ide budi manusia diutamakan. Jika Era Pertengahan hidup serta dunia ditatap secara teosentris hingga pada era renaissance manusia ditatap bagaikan pencipta kebudayaan lewat pengalaman empiris serta ilmu pengetahuan yang dikembangkannya. Pemikiran baru dunia ini memperoleh dasarnya pada komentar Isaac Newton( 1643—1722), seseorang sarjana Fisika, tentang teori fisika klasik di mana semesta alam terdiri ataupun tersusun dari atom- atom yang silih tersambung serta berkomposisi menuru hukum karena akibat. Seluruh indikasi alam serta manusia ditafsirkan dengan jalur mekanis semacam itu. Era ini diucap pula era Aufklarung ataupun pencerahan( enlightenment) sebab ditatap cuma ilmu pengetahuan yang bisa membagikan petunjuk kebenaran.


Dasar filosofis rasionalisme diletakkan oleh Rene Descartes( 1596—1650). Bagi Descartes manusia merupakan subjek yang jadi titik tolak segala pemikiran hidup serta pengetahuan. Pada manusia ada pemahaman tentang dirinya bagaikan individu yang berakal budi serta leluasa. Manusia dengan kesadarannya bisa melahirkan ide- ide yang absolut bisa dipercaya. Ada pula dunia di luar manusia merupakan objek- objek yang terletak di luar pemahaman manusia serta mereka ini ialah substansi- substansi yang bertabiat kuantitatif. Jadi,‘ terdapat’ nya subjek merupakan lewat pemahaman ataupun benak sedangkan‘ terdapat’ nya objek lewat modul kuantitatif. Kesimpulannya, pemikiran Descartes pengaruhi kemunculan 2 aliran filsafat yang silih tarik menarik; rasionalisme serta empirisisme. Kedua aliran ini silih berargumen manakah yang sangat diterima kebenarannya; rasional ataupun pengalaman.

Era rasionalisme menciptakan kesempurnaan wujudnya pada pemikiran Kant yang sukses mendamaikan aliran rasionalisme serta empirisisme dalam sesuatu sistem filsafat yang serius terbukti. Filsafat Kritisisme Kant jadi penutup era rasionalisme serta pembuka filsafat abad XIX.

Filsafat hukum era rasionalisme merupakan sesuatu usaha buat paham hukum bagaikan bagian sistem benak yang sempurna yang bertabiat rasional belaka. Para filosof mengartikan hukum bertolak dari kaidah- kaidah yang berlaku dalam negeri serta setelah itu menyelidiki mana prinsip- prinsip hukum yang universal yang berlaku di mana- mana sebab cocok dengan ide budi masing- masing manusia. Jadi, hukum positif ialah objek pemikiran utama meski mayoritas mereka senantiasa mengakui terdapatnya hukum kodrat yang jadi dasar dari hukum positif.

Gagasan baru tentang negeri serta hukum yang berbeda dari era tadinya ialah menimpa kedaulatan rakyat serta nilai manusia individu bagaikan subjek hukum. Dengan demikian, filsafat rasionalisme turut mempersiapkan revolusi Perancis 1789 yang hendak membuka abad baru, di mana rakyat hendak mengambil alih kekuasaan serta individu diakui bagaikan subjek hukum.

Ide- ide era rasionalisme tercermin dalam pemikiran tokoh- tokoh era rasionalisme ialah:

1.   PUFENDORF( 1632 M—1694 )& THOMASIUS( 1655 M—1728 M) : Pufendorf serta Thomasius merupakan tokoh rasionalisme hukum Jerman. Sebab sangat dekat dengan masa tadinya, pemikiran mereka masih banyak menimbulkan filsafat masa tadinya semacam tema hukum alam serta kekuasaan kepala negeri.

Samuel Pufendrof mengawali uraian hukumnya dengan membeadkan antara hukum serta moral. Hukum merupakan suatu yang raga sebaliknya moral sesuatu sempurna ataupun suatu yang sepatutnya. Bagaikan tindak lanjutnya hingga kenyataan alam manusia merupakan suatu yang raga yang tidak sama dengan hukum alam itu sendiri. Hukum alam merupakan norma moral untuk alam. Pufendrof berkomentar kalau buat bisa dikatakan bagaikan subjek moral, manusia wajib memperoleh kebebasan buat berperan secara leluasa cocok kemauannya. Apabila manusia tidak leluasa hingga norma moral tidak berlaku serta manusia tidak diucap bagaikan pelakon moral lagi.

Hukum alam merupakan norma alam yang pula berlaku untuk manusia, serta ini berasal dari Allah. Bila Allah tidak terdapat hingga tidak hendak terdapat hukum alam. Hendak namun tugas manusialah buat mencari isi hukum alam dengan ide rasionalnya. Hukum alam baru berlaku bagaikan hukum apabila sudah jadi tatahukum, jika tidak dia tinggal bagaikan norma saja.

Dasar hukum alam yang disimpulkan manusia merupakan kalau‘ Manusia wajib hidup secara sosial supaya dia bisa hidup dengan damai.’ Norma dasar ini menyebabkan terdapatnya norma untuk manusia sendiri serta norma untuk manusia dalam ikatan mereka dengan orang lain. Setelah itu, norma untuk manusia individu dibagi kepada norma- norma absolut serta norma- norma hipotetis. Norma absolut merupakan norma yang berlaku tanpa ketentuan misalnya kalau kerugian wajib ditukar. Norma absolut berlaku setelah syarat- syarat tertentu dipadati, dalam perihal ini syaratnya merupakan persetujuan bersama. Dengan persetujuan itu hingga norma kedua ini jadi kewajiban sempurna serta melahirkan hak sempurna untuk orang- orang yang bersangkutan. Bila hak itu dilanggar hingga terhadap pelanggaran itu dikenakan hukuman. Ada pula norma tipe awal tidak memunculkan kewajiban yuridis cuma ialah kewajiban moral.

Sama halnya, keadilan pula terdapat yang berkarakter perbuatan keutamaan moral yang apabila tidak dilaksanakan tidak dikenakan sanksi. Berbeda dengan keadilan distributif serta keadilan ubah mengubah yang ialah hasil dari sesuatu kontrak.

Keadilan distributif merupakan hasil kontrak antara orang sebaliknya keadilan merupakan hasil kontrak dengan negeri. Kontrak menghasilkan hak untuk kedua pihak serta hukuman menjajaki pelanggaran terhadap kontrak tersebut.

Butuh dicatat kalau dalam kontrak dengan negeri, pribadi- pribadi dalam posisi menyerahkan haknya sehingga negeri tidak terserang hak. Raja berdaulat penuh mengurus kepentingan pribadi- pribadi tersebut. Dia cuma terikat secara moral kepada hukum Allah serta norma- norma moral tetapi leluasa secara yuridis.

Jadi, Pufendorf pula menganut prinsip Staatsrason Machiavelli kalau raja berhak melampaui batasan hukum, serta norma moral bisa kehabisan kekokohannya demi buat kepentingan negeri. Negeri merupakan pula ialah salah satunya sumber hukum. Sesuatu ketentuan berlaku serta mempunyai kekuatan hukum apabila sudah diakui yang berkuasa.

Bagi Thomasius hukum alam merupakan hukum ilahi yang tertanam dalam hati manusia yang mewajibkannya buat berbuat cocok hakekatnya serta mencegahnya buat melawannya. Thomasius pula berkomentar kalau hukum alam tidak mempunyai kekuatan yuridis. Cuma peraturan- peraturan yang didetetapkan oleh pemerintah serta yang menemukan sanksi dari pemerintah yang berlaku bagaikan hukum. Thomasius membedakan 3 berbagai norma; norma moral, norma adat istiadat serta norma hukum. Norma hukum merupakan kaidah- kaidah yang jadi prinsip- prinsip universal pembuatan hukum modul. Pada Thomasius pembedaan antara moral dengan hukum jadi tegas. Pembedaan Thomasius antara hukum serta moral jadi panduan untuk pemikiran hukum abad XVIII.

2.   CHRISTIAN WOLFF( 1679 M—1754 Masehi)

Ajaran Wolf sebagian besar diambil dari filsafat gurunya Gottfried Wilhelm Leibniz( 1646—1716). Leibniz pula mengajukan komentar kalau hukum alam merupakan norma ataupun keharusan bukan sesuatu ketentuan yang berkarakter raga. Norma itu mengendalikan hidup manusia dalam seluruh kedekatan kehidupannya dengan barang, manusia serta Allah. Prinsip dasar hukum alam merupakan keadilan. Keadilan dimaksud dia bagaikan perilaku kebaikan hati terhadap seluruh suatu. Wolf mengambil alih pemikiran gurunya tersebut tentang hukum alam namun setelah itu membatasinya cuma bagaikan norma untuk ikatan manusia dengan sesamanya. Karenanya prinsip dasar hukum alam Wolf merupakan berbuatlah segalanya yang menyempurnakan hidup serta jangan berbuat suatu yang merugikan pertumbuhan orang lain.

Di antara hak- hak manusia ada hak- hak yang menempel pada dirinya bagaikan manusia serta terdapat hak- hak yang diperoleh sebab perjanjian. Berbeda dengan pemikiran Pufendroff serta Thomasius, hak- hak alam yang menempel pada diri mansuia sama kokoh dengan hak- hak yang diperoleh. Menimpa hak- hak politik, Wolf mengambil banyak dari filosof Inggris John Locke.

3.   JOHN LOCKE( 1632 M—1704 Masehi)

John Locke merupakan perintis empirisme modern serta pembuka abad emas filsafat Inggris. Semenjak Abad Pertengahan pemikir- pemikir Inggris telah melaporkan semangat empirisme dengan mengutamakan penyelidikan tentang alam bersumber pada pengalaman. Dalam era Renaissance FRANCIS BACON( 1561—1626) serta THOMAS HOBBES( 1588- 1679) Memandang jalur empirisme itu bagaikan salah satunya jalur buat menemukan kebenaran. Kesimpulannya JOHN LOCKE mengambil tugas merumuskan filsafat empirisme tersebut secara konsekuen serta komperhensif.

Locke mengkritik Descartes sebab menghalangi diri mengenakan tata cara keraguan umum buat guna ide- ide yang timbul dalam pemahaman. Bagi Locke persoalan filsafat yang awal bukan, apakah ada ide- ide yang benar, namun, apakah ada energi pengetahuan manusia ataupun manakah batasan energi pengetahuan manusia.

Locke berkomentar kalau‘ mengenali’ merupakan menciptakan kebenaran tentang kenyataan ialah menggapai pengetahuan yang sungguh- sangat tentang hal- hal konkrit sebagaimana terdapatnya. Apakah manusia sukses menghasilkan ikatan antara pemahaman serta hal- hal konkrit itu?

Bagi Locke ikatan ini terjalin cuma dalam pengalaman. Lewat pengalaman lahiriah manusia berhubungan dengan kenyataan yang di luar kesadarannya sedangkan dengan kenyataan yang di dalam dirinya manusia berhubungan lewat pengalaman batin. Dalam perihal ini manusia muncul pada dirinya sendiri. Seluruh pengetahuan yang tidak bersumber pada pengalaman tidak terdapat isinya serta tidak terdapat maksudnya. Empirisme Locke karenanya sangat radikal.

Pemikirannya tentang negeri serta hukum sangat menentang pemikiran era Renaissance yang masih menerima hukum alam bagaikan sesuatu yang terpaut dengan Allah. Kalau hukum alam merupakan petunjuk moral saja serta hukum sebetulnya tercipta lewat kekuasaan serta wewenang negeri. Dampaknya kepala negeri mempunyai kekuasaan absolut.

Meneruskan tradisi pemikir Inggris yang melawan absolutisme negeri, Locke pula kembali menunjang konsepsi hukum alam pada era primitif. Pada era primitif orang- orang hidup bagi hukum alam dalam penafsiran hak- hak yang dipunyai tiap orang yang diberikan alam kepada mereka bagaikan bagian dari alam. Tiap orang pada era itu awal mulanya memiliki kekuasaan melakukan serta mempraktikkan hukum alam( the executive power of the law of nature). Pada sesi tertentu manusia- manusia pada era primitif merambah periode kehidupan kelompok yang merubah kondisi orang mereka jadi status sipil. Dikatakan kalau pemicu dari pergantian ini merupakan sebab terus menjadi semrawutnya batas hak- hak tiap- tiap serta uraian hendak hukum alam tiap- tiap. Karenanya mereka butuh membentuk undang- undang bagaikan ketentuan hidup bersama. Namun peralihan ke status sipil ini tidak menimbulkan hukum alam primitif sirna. Hukum itu senantiasa berlaku. Jadi tujuan negeri tidak lain merupakan menjamin hak- hak individu orang- orang. Semboyan Romawi‘ bangsa wajib ialah hukum paling tinggi’ yang sempat digunakan buat melegitimasi prinsip‘ Staatsrason’( kekuasaan absolut negeri) ditafsirkan Locke bagaikan‘ negeri wajib melindungi hak- hak warganegara’. Semenjak berdirinya negeri bukan para orang lagi yang melindungi serta mengawal hak- hak individu namun negeri serta tatahukum negeri.

Ringkasnya bagi Locke negeri tidak memiliki kekuasaan buat mencabut hak- hak alam dari individu manusia. Locke jadi perintis untuk konsep negeri hukum. Locke sudah menimbulkan pula prinsip negeri hukum. Dia menyebut 3 kekuasaan bagaikan fungsi- fungsi tatanegara; Legislatif, Eksekutif serta Federatif. Kekuasaan legislatif pemerintah dibatasi, sebab rakyat mempunyai kekuasaan yang melebihi kekuasaan legislatif. Rakyat berhak buat merebut kembali kebeasan asal mereka jika pemerintah berperan melawan tujuan negeri ialah melindungi hak- hak individu masyarakat. Apalagi dalam keadaan syarat- syarat tidak dipadati pemerintah revolusi diperbolehkan.

Komentar Locke ini nyatanya semenjak dini sudah menuai alasan. David Hume( 1711- 1776) mengkritik teori Loke tentang kewarganegaraan. Bagi Hume orang- orang era primitif tidak menajdi warga sipil lewat kontrak di mana mereka menyerahkan hak- hak individu mereka kepada pemerintah dengan sesuatu perjanjian. Seluruh itu terjalin alamiah serta dengan sendirinya. Sebab bukan ialah kontrak hingga tidak terdapat jalur buat mencabut serta merebut haknya kembali. Maksudnya, Hume sama sekali tidak sepakat dengan hak rakyat utnuk memberontak terhadap negeri meski dia pula tidak menyetujui absolutisme negeri serta hak ilahi pada seseorang raja.

Di Perancis era rasionalisme ini diucap era Aufklarung maksudnya era pencerahan ataupun era cerah budi. Pada abad- abad ini di Perancis masih berlaku sistem feodal di mana orang- orang digolong- golongkan bagi perannya. Rakyat bertugas jadi pengabdi buat kepentingan seluruh serta menanggung beban buat kesejahteraan bersama. Hingga di perancis pada abad- abad ini menyebar slogan liberte, egalite, fraternite( kebebasan, persamaan, persaudaraan). Seluruh ini secara vokal diusung oleh pemikir- pemikir Perancis semacam Montesqiu( 1689—1755), Voltaire( 1694—1778), JJ. Rousseau( 1712—1778).

Dengan pengaruh dari negeri Inggris yang telah jadi model negeri demokratis, ide- ide negeri hukum juga pula menjejali Perancis. Kesimpulannya Perancis menciptakan tatahukum baru atas dasar kedaulatan rakyat. Perancis pula jadi imam dalam sistem pengembangan serta pelaksanaan hukum serta perundang- undangan. Atas perintah Kaisar Napoleon, Perancis menyusun suatu kodeks( code) tahun 1804 yang hingga saat ini jadi sumber ataupun inspirasi undang- undang di banyak negeri di segala dunia tercantum Belanda serta Indonesia

4.    IMMANUEL KANT( 1724 M—1804 Masehi)

Sarjana setuju kalau Kant ialah filosof terbanyak di era modern sebab Kritisismenya yang mendalam atas pengetahuan manusia dari seluruh wujudnya. Tujuan Kant merupakan menyusun sesuatu filsafat transendental. Kant berkomentar kalau prinsip- prinsip dasar pengetahuan yang universal serta absolut tidak bisa berasal dari pengalaman sebab pengalaman menciptakan pengetahuan tentang perihal yang konkrit pada waktu tertentu serta belum pasti berlaku pada suasana serta waktu yang lain. Kant membagi pengetahuan kepada pengetahuan instan serta pengetahuan teoritis. Ada pula hukum merupakan ialah pengetahuan instan.

Bidang pengetahuan teoritis berkenaan dengan pengetahuan tentang yang‘ terdapat’ ataupun‘ Sein’ ialah alam. Ada pula bidang pengetahuan instan berkenaan dengan yang‘ wajib’ ataupun‘ Sollen’. Buat memperoleh pengetahuan tentang yang‘ terdapat’, Kant mencampurkan teori empirisme serta rasionalisme. Kant menarangkan kalau alam pertama- tama ditangkap oleh pengamatan inderawi setelah itu oleh penafsiran manusia. Pengamatan ini memunculkan kesan- kesan serta kesan- kesan tersebut jadi titik tolak seluruh pengetahuan. Dalam pengamatan lahiriah ada wujud‘ ruang’ sebaliknya pengamatan batin membagikan wujud‘ waktu’. Ada pula dalam pengamatan penafsiran ataupun pemahaman menimbulkan duabelas berbagai wujud‘ jenis’. Bentuk- bentuk yang memastikan pengetahuan ini dinamakan oleh Kant bagaikan bentuk- bentuk a priori( Formen a priori). Bentuk- bentuk ini merupakan hasil dari energi tangkap manusia.

Kesimpulannya, dengan teori empirisme Kant menetapkan kalau seluruh pengetahuan berasal dari objek; pengetahuan itu baru terdapat isinya apabila diisi oleh alam. Dengan teori rasionalisme ditetapkannya kalau pengetahuan cuma bisa jadi tercipta lewat kedudukan subjek. Kedudukan subjek tersebut merupakan dalam menimbulkan bentuk- bentuk a priori tersebut( Formen a priori). Konsekuensi dari teori Kant ini merupakan kalau tidak bisa jadi ada sesuatu pengetahuan objektif tentang apa yang terdapat. Yang diketahui merupakan fenomen- fenomen sebagaimana energi tangkap manusia.

Norma serta Hukum Bagi Kant Norma serta hukum merupakan sesuatu kewajiban ataupun suatu yang‘ wajib’ serta karenanya ialah bidang pengetahuan instan ataupun berasal dari ide budi instan. Dalam bidang kehidupan instan ide budi teoretis tidak berdaya serta analisis ilmiah tidak terdapat manfaatnya. Tiap orang menemukan penafsiran tertentu tentang berlakunya norma- norma tertentu. Norma- norma ini melahirkan prinsip- prinsip yang oleh Kant diucap Maxim.

Bagi Kant, moral terdapat yang berkarakter otonom serta heteronom. Norma Heteronom merupakan norma yang berlakunya berasal dari luar kewajiban batin manusia. Norma otonom ialah norma yang mempunyai watak mengharuskan dengan sendirinya yang berasal dari rasa kewajiban manusia itu sendiri. Bagi Kant, sesuatu norma wajib berkarakter otonom serta dihayati bagaikan sesuatu keharusan tanpa ketentuan. Gimana norma yang didetetapkan ide budi instan yang nota bene bergantung oleh penafsiran yang berkarakter individual bisa jadi norma yang sungguh- sangat mengharuskan secara absolut serta universal. Dalam perihal ini Kant mulai dengan sesuatu postulat kalau tiap manusia mempunyai tujuan, hingga norma tersebut wajib cocok dengan tujuan tiap manusia sehingga seluruh orang sama memandangnya bagaikan kebenaran.

Ada pula tentang hukum, Kant menerangkan kalau hukum bisa dikaji denga 2 metode. Awal, dengan mempertanyakan apa yang realitasnya jadi isi tata- hukum di sesuatu ataupun bermacam negeri. Persoalan ini diucap berkarakter empiris. Kedua, dengan mempertanyakan apa yang ialah prinsip- prinsip universal dari seluruh hukum, yang bisa ditemukan di mana- mana serta berlaku di mana- mana. Kajian filosof merupakan mencari prinsip- prinsip universal hukum.

Bagi Kant, hukum mencuat sehabis sesi tertentu pertumbuhan manusia. Dalam warga primitif orang hidup tanpa peraturan hidup bersama. Hendak namun tiap- tiap orang telah mempunyai hukum- hukum dasar yang menempel pada diri mereka bagaikan makhluk yang leluasa serta otonom, semacam hak menikah, melaksanakan kontrak, hak kepunyaan, dll. Begitu pula kebutuhan hukum telah ada semenjak semula pada seluruh manusia tidak terkecuali warga primitif. Karenanya, membentuk warga sipil serta memperjuangkan kemerdekaan merupakan sesuatu kebutuhan yang memusatkan tiap manusia.

Kebutuhan ini pada gilirannya jadi dasar dari timbulnya kewajiban- kewajiban mentaati perintah- perintah hukum. Hendak namun kebutuhan ini merupakan kebutuhan seluruh orang.

Akhirnya, bagi Kant hukum merupakan ketentuan yang menjamin kalau kehendak satu individu disesuaikan dengan kehendak individu yang lain bagi norma universal kebebasan. Maksudnya, Kant menekankan hukum privat. Gimana hukum bisa mengharuskan orang buat patuh?

Bagi Kant norma hukum tidak mengharuskan sebab kekuatan yang terdapat pada hukum itu sendiri melainkan sebab kekuatan yang berasal dari luar hukum. Dalam perihal ini Kant menerangkan terdapatnya perbandingan antara aspek moral dengan aspek hukum sesuatu perbuatan. Pembedaan ini terpaut dengan pembedaan Kant antara bidang‘ terdapat’ serta bidang‘ wajib’. Prinsip- prinsip hukum tercantum bidang ide budi instan serta karenanya mengharuskan secara otonom. Hendak namun, ketentuan hukum itu sendiri tercantum bidang ide budi teoretis sebab dirasakan bagaikan indikasi alam. Jika ide budi instan mengharuskan orang hingga dalam bidang teoretis tidak ada kewajiban. Dalam bidang teoretis berlakulah hukum- hukum alam dalam makna hukum karena akibat yang memastikan secara deterministis.

Tidak mengharuskan maksudnya kalau hukum terletak di luar bidang moralitas. Dengan demikian, kekerasan serta ancaman boleh digunakan buat melindungi ketentuan hukum. Ringkasnya, hukum mengharuskan namun ketaatan orang kepada hukum merupakan disebabkan kekuatan paksaan yang menjajaki hukum tersebut.

Tentang Negeri serta Hukum: Hukum yang positif merupakan undang- undang yang berlaku dalam sesuatu negeri tertentu pada satu waktu tertentu. Jika pada era dulu undang- undang dalam warga wajib dibangun atas dasar hukum alam serta undang- undang tidak berlaku apabila tidak sesuai dengan hukum alam hingga bagi filsafat Kant undang- undang cuma wajib berpedoman kepada prinsip- prinsip universal hukum sebagaimana ditangkap oleh ide budi instan. Dengan kata lain, prinsip- prinsip universal hukum itu cuma bagaikan petunjuk serta tidak membatalkan undang- undang. Maksudnya bagi Kant hukum alam tidak ialah penentu keabsahan serta berlakunya undang- undang sebab yang membagikan status kepastian hukum untuk undang- undang merupakan orang yang berhak membentuk undang- undang tersebut ialah pemerintah. Konsekuensinya, hukum serta undang- undang wajib ditaati meski melawan prinsip- prinsip universal hukum misalnya tidak adil, serta sebagainya. Jadi dalam perihal ini, Kant memihak kepada pemikiran positivisme hukum.

Kesimpulan: Kant berkomentar kalau perbuatan moral tidak terdapat hubungannya dengan kebahagiaan orang lain ataupun dengan kemuliaan Tuhan. Bagi Kant keharusan yang diharuskan moral bukan sebab demi sesama ataupun Tuhan melainkan sebab rasa kewajiban sekedar. Moral dibentuk atas dasar kepercayaan kalau orang wajib berperan bagi kewajibannya. Berkenaan dengan hukum, Kant berkata kalau hukum dengan sendirinya tidak mengharuskan, namun motif- motif empiris dapat dijadikan dasar buat mengharuskan orang mentaatinya. Tentang ikatan hukum dengan keadilan Kant menganalisis dengan pembelahan antara modul hukum serta wujud hukum. Isi hukum tidak memastikan justifikasi sesuatu hukum. Yang membuat sesuatu ketentuan jadi hukum merupakan apabila diundangkan serta diberlakukan secara resmi. Prinsip- prinsip universal hukum cuma jadi petunjuk isi hukum bukan memastikan status yuridis sesuatu ketentuan.

B.  Fase Abad XIX

Abad XIX seluruhnya merupakan sejarah pembebasan rakyat dari kekuasaan kelas atas. Perjuangan ini menggapai puncaknya serta memperoleh momentumnya dalam 2 revolusi politik besar dunia, awal terjalin di Amerika tahun 1776 serta kedua di Perancis tahun 1789. Revolusi itu menghancurkan gagasan tradisional tentang lapisan warga yang bersumber pada prinsip perbandingan antara kelas atas serta rakyat.

Di samping revolusi politik abad ini pula membongkar revolusi sosial- ekonomis di mana kalangan buruh memberontak terhadap kalangan industrialis yang tadinya secara absolut memeras serta mengeksploitasi mereka. Semacam dikenal, pemikiran tentang manusia bagaikan pusat kekuasaan serta kepentingan yang menggapai hasil konkritnya pada abad ini sudah memunculkan permasalahan struktur sosial baru dengan terbaginya warga kepada kalangan industrialis serta kalangan buruh. Jelasnya, abad ini menguatkan kepercayaan kalau manusia mempunyai keahlian buat mengganti kondisi dalam seluruh bidang hidup.

Dalam abad XIX pemikiran filsafat rasionalisme yang mendominasi abad XVIII masih senantiasa kokoh pengaruhnya. Hendak namun dengan bermacam perkara sosial politik serta kemanusiaan yang menerpa dunia modern abad ini mulai timbul tandingan terhadap pemikiran yang mengagung- agungkan kepastian abstrperbuatan ide manusia semata bagaikan sesuatu kebenaran absolut. Mereka ini merupakan para seniman yang mengajukan pemikiran kemanusiaan yang utuh, yang pula menonjolkan keistimewaan aspek perasaan pada makhluk manusia. Sebab penekanan mereka pada perasaan bagaikan faktor manusiawi yang terutama, era ini diketahui pula dengan era timbulnya aliran Romantik.

Di samping itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan pencapaian dalam bidang ekonomi serta industrialisasi pada masa ini sudah menghasilkan pemikiran yang terus menjadi realistis serta perilaku pragmatis. Metode berpikir idealisme serta a priori yang begitu kental pada abad tadinya digantikan dengan tata cara empiris serta pertimbangan pada suasana konkrit serta bukti- bukti nyata. Butuh dikenal kalau aliran empirisme abad tadinya masih sebentuk analisis filsafat pengetahuan, namun saat ini sudah beralih jadi sesuatu tata cara pengujian ilmiah yang dinamakan dengan aliran positivisme.

Dalam mengkaji hukum metode berpikir serta tata cara pengetahuan ini terekspresi dalam pemikiran hukum yang positivis serta historis. Pemikiran positivis hukum terdiri dari 3 wujud. Awal, positivisme yuridis; Kedua, positivisme sosiologis; Ketiga, ajaran hukum universal. Postivisme Yuridis memandang hukum bagaikan sesuatu indikasi tertentu yang butuh diolah secara ilmiah serta handal. Hukum merupakan ciptaan para pakar di bidang hukum serta tidak ada ikatan otomatis antara hukum serta moral. Berikutnya, hukum merupakan peraturan- peraturan yang disimpulkan secara logis dari undang- undang yang berlaku tanpa memikirkan norma- norma sosial, politik serta moral. Hukum sama dengan undang- undang serta timbul dalam kaitannya dengan berdirinya negeri. Hukum yang benar merupakan yang berlaku dalam sesuatu negeri.

Tokoh utamanya merupakan R. von Jhering serta J. Austin. Dalam Positivisme Sosiologis hukum ditatap bagaikan indikasi sosial semata sehingga hukum bisa diselidiki lewat pendekatan ilmu pengetahuan yang baru timbul abad ini ialah ilmu sosiologi. Ada pula Sistem Ajaran Hukum Universal berkomentar kalau hukum cumalah redperbuatan- redperbuatan ketentuan dalam undang- undang serta analisis terhadap hukum tidak butuh sangat jauh, lumayan sebatas penjelasan makna redperbuatan hukum maupun uraian prinsip hukum secara induktif- empiris.

Mazhab historis pula tumbuh dari proposisi kalau hukum cumalah indikasi sosial. Kelainannya, jika positivis kedudukan pertumbuhan hukum berpusat pada negeri hingga mazhab sejarah pada warga dalam sesuatu daerah tertentu yang berkembang dengan cita- cita serta ciri- karakteristik tertentu yang mengikat mereka bagaikan satu kelompok warga. Orang ditatap bagaikan bagian ataupun anggota sesuatu warga serta bangsa. Latar balik mereka bersama meningkatkan ciri budaya serta adat istiadat tertentu sesuatu warga an kesimpulannya sejarah khas warga itu. Seluruh itu memastikan hukum yang mereka anut serta mereka kembangkan. Jadi hukum berkembang, tumbuh serta berlaku bersamaan serta didetetapkan oleh sejarah hidup sesuatu warga.

Tokoh- tokoh yang menyumbangkan pemikirannya dalam filsafat hukum pada abad ini tercatat:

1)      Gram. W. F HEGEL( 1770—1831) yang bawa filsafat idealisme. Dia bertolak dari penafsiran yang diberikan Kant kalau manusia merupakan subjek yang berdaya cipta. Hukum ditempatkannya bagaikan salah satu hasil pertumbuhan manusia bagaikan subjek rohani.

2)      KARL MARX( 1818—1883) serta FRIEDRICH ENGELS( 1820—1895), yang bawa aliran filsafat materialisme historis. Keduanya membalikkan filsafat idealisme Hegel jadi materialisme. Kebalikan dari pemikiran Hegel kalau manusia merupakan dasarnya roh hingga keduanya mempertahankan kalau manusia merupakan makhluk jasmani. Hukum merupakan gambaran dari suasana ekonomi warga.

3)      VON SAVIGNY( 1779—1861), yang bawa aliran mazhab hukum sejarah. Warga lahir dengan sejarah, tumbuh dalam sejarah serta sirna bersama sejarah. Hukum muncul dengan hadirnya warga dalam sejarah. Hukum berkembang bersumber pada kepercayaan warga dalam jalinan organis baik secara arti ataupun materinya.

4)      AUGUSTE COMTE( 1798—1857) pula HERBERT SPENCER( 1820— 1903), yang bawa aliran positivisme Sosiologis. Positivisme Sosiologis melaporkan kalau Cuma apa yang dirasakan yang bisa diucap benar. Cuma pengalaman yang betul- betul nyata yang diucap benar. Serta cuma lewat ilmu pengetahuan bisa didetetapkan apakah suatu yang dirasakan serius sesuatu realitas. Sebagaimana halnya seluruh organisme alam, hukum pula lewat sesi pertumbuhan evolusi. Awal, sesi teologis di mana manusia yakin pada kekuatan ilahi di balik tanda- tanda alam. Kedua, sesi metafisis dimana ide- ide ketuhanan berubah dengan ide- ide abstrak dari metafisika. Ketiga, sesi positif ialah hukum diterangkan bukan bagaikan ilham alam yang abstrak namun bagaikan tanda- tanda konstan dalam warga manusia. Sebagaimana negeri merupakan puncak pertumbuhan paling tinggi kemasyarakatan hingga hukum positif merupakan buah dari kemajuan manusia membentuk satu kesatuan organis.

5)      RUDOLF VON JHERING( 1818—1892), yang bawa aliran Positivisme Yuridis. Bertujuan membantah aliran hukum historis Von Savigny, Jhering melaporkan kalau hukum bukan berkembang bagaikan jiwa bangsa cocok sejarahnya tiap- tiap melainkan bagaikan kebutuhan yang dibesarkan secara rasional. Dengan demikian, kepentingan sosial merupakan inti hukum serta pengetahuan hendak kebutuhan rakyat jadi bagian integral dari ilmu hukum. Dampaknya, hukum tidak selamanya berkarakter nasional namun bisa tumbuh serta menemukan identitas umum sebab realitasnya kebutuhan- kebutuhan manusia pada sesi tertentu dapat tumbuh ke arah yang sama.

      Kepentingan sosial ataupun disebutnya bagaikan motif sosial dari hukum ini terdiri dari 2 tipe. Tipe awal berkarakter egoistis ialah berbentuk pahala serta paksaan, serta yang kedua berkarakter moral ialah berbentuk kewajiban serta cinta. Negeri serta hukum menemukan asalnya dari motif egoistis ialah paksaan. Jadi negeri merupakan organisasi sosial kekuasaan yang memaksakan. Faktor- faktor ekonomi pula sangat memastikan dalam pemaksaan negeri tersebut.

6)      JOHN AUSTIN( 1790—1859), ADOLF MERKL( 1836—1896),( KARLBERGBOHM( 1849—1927), ERNST BIERLING( 1841—1919), mereka ini seluruh dimasukkan bagaikan pembawa aliran ajaran hukum universal. Salah satu bagian berarti dari positivisme yuridis merupakan berkenaan dengan analisa serta sistematika resmi ide- ide hukum. Dalam ajaran JHERING analisa ide- ide hukum ini dicoba dengan mengenakan tata cara rasionalistis. Inilah yang dibantah aliran ajaran hukum universal. Aliran ini lebih mengetatkan lagi kalau salah satunya tata cara yang cocok buat analisis hukum merupakan tata cara empiris- induktif. Maksudnya, filsafat hukum dalam makna yang sepanjang ini tidak dibutuhkan lagi.

Kesimpulan, pemikir pada era ini biasanya sudah bertolak dari suasana konkrit buat menciptakan prinsip- prinsip hukum universal yang cocok dengan fakta- fakta empiris serta keadaan sosial geografis negeri. Pada masa tadinya, hukum dianalisis dari sesuatu prinsip ataupun kebenaran universal serta absolut yang diucap hukum alam. Kala era klasik, hukum alam ini masih dimengerti secara primitif serta terpaut dengan kekuatan alam raga di mana manusia jadi bagian serta dipahami alam tersebut. Uraian hukum alam secara rasional diawali pada era Renaissance di mana ilmu pengetahuan matematika pengaruhi segala metode berpikir manusia. Pemikiran ini terus dipertahankan serta terus menjadi disistematisasi oleh pemikir- pemikir di abad rasionalisme semacam Grotius, Pufendorf serta Wolff. Bersandar pada kepastian rasionalitas manusia mereka meyakini hukum alam berlaku secara riil di seluruh tempat serta era. Penolakan atas pemikiran ini telah mulai jelas pada Kant. Kant tidak menerima lagi berlakunya hukum alam bagaikan suatu yang riil, demikian juga dia masih mengakui terdapatnya ide budi yang jadi prinsip universal serta model untuk pembuatan hukum positif meski prinsip universal ini cuma bagaikan petunjuk serta tidak membatalkan keabsahan hukum positif. Memanglah tadinya sudah terdapat MONTESQUIEU( 1680—1755) ataupun VICO( 1688—1744) yang mencari prinsip- prinsip hukum dari faktor- faktor empiris hendak namun, baru pada abad XIX penyelidikan prinsip hukum cocok kebutuhan konkrit warga jadi sesuatu konvensi serta dijadikan bagaikan azas hukum.

Sumber Bacaan

  • DR. Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Pustaka Filsafat Penerbit Kanisius, 1982, hal. 68-138
  • W. Friedmann, Legal Theory, Stevens & Sons Limited, Edisi Kedua, 1949, hal. 69-83, 125-155, 159-175, 179-189, 241-255
  • DR. Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Pustaka Filsafat Penerbit Kanisius, 1995, hal. 29-35

 

 


Posting Komentar untuk "FILSAFAT HUKUM HUKUM BARAT DARI ZAMAN KE ZAMAN"