Spiritualitas adalah sesuatu yang
berhubungan dengan kerohanian atau kejiwaan. Kehidupan spiritualitas ini harus
dijalani dan dialami secara langsung dengan dilakukan sendiri. Spiritual setiap
individu ini dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan, dan keyakinan tentang kehidupan. Spiritualitas ini juga memberikan
suatu perasaan yang berhubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), hubungan
orang lain dengan lingkungan (interpersonal), dan hubungan yang tidak dapat
dilihat, yaitu hubungan dengan ketuhanan (transpersonal).
Dalam hubungan dengan ketuhanan di
sini, Tuhan diartikan sebagai sumber, pusat, dan tujuan dari seluruh yang ada
di dunia ini. Tuhan adalah masalah pokok dalam setiap agama dan filsafat. Agama
tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak bisa disebut agama. Dalam pemikiran
filsafat, realitas tertinggi itu adalah pemikiran (ide) manusia dan kepastian
logis dari pemikiran itu. Namun, realitas itu juga belum bisa disebut sebagai
Tuhan yang personal, akan tetapi bisa dikatakan sebagai Tuhan yang impersonal.
Tuhan yang personal ini terdapat dalam paham-paham agama, seperti Yahudi,
Kristen, dan Islam. Karena setiap agama pasti memiliki nama Tuhan. Namun,
walaupun tulisan nama Tuhan itu sama, cara membacanya belum tentu sama. Tuhan
personal sebagaimana yang dijelaskan di atas, jelasnya bukan hasil, ide, atau
pikiran manusia, akan tetapi istilah Tuhan itu didapati dari informasi wahyu
yang dibawa oleh para Utusan Tuhan. Personifikasi Tuhan itu telah tercantum
dalam kitab suci, yakni Tuhan adalah pencipta alam smesta dan sekaligus
pemeliharanya. Di samping itu, kitab suci juga menjelaskan bahwa Tuhan itu Maha
tahu dan Maha berkuasa. Pengertian tentang Tuhan personal ini berbeda halnya dengan
paham tentang Tuhan yang impersonal, yang mana tidak mementingkan tentang Tuhan
itu pencipta atau tidak. Paling penting dalam filsafat, Tuhan adalah awal dan
akhir dari segala sesuatu. Aktifitas Tuhan di alam semesta (dalam pandangan
Tuhan yang impersonal), itu tidak diperlukan karena akan mengurangi
kesempurnaan-Nya. Pada prinsipnya, antara Tuhan personal dan Tuhan impersonal
itu dapat dibedakan dalam beberapa segi, yakni:
1. Tuhan personal lebih menekankan pada
identitas Tuhan sebagai dzat yang sempurna dan perlu disembah sebagai wujud
pengabdian makhluk kepada penciptanya. Berbeda dengan Tuhan impersonal,
pengertian ini tidak mempersoalkan tentang identitas Tuhan, akan tetapi yang
lebih terpenting adalah ide tentang Tuhan merupakan konsekuensi logis dari
keberadaan atau wujudnya. Oleh karena itu, Tuhan impersonal itu tidak disembah
dan juga tidak dipuja.
2. Tuhan personal barasal dari petunjuk
wahyu, sedangkan Tuhan impersonal berasal dari kesimpulan pemikiran manusia. oleh karena itu, Tuhan dalam agama disebut
dzat pencipta dan sekaligus yang memelihara alam. Berbeda dengan pengertian
Tuhan dalam filsafat, yakni Tuhan hanya sebagai sebab awal dan tujuan akhir
dalam segala wujud.
3. Tuhan personal mengakui bahwa Tuhan
adalah dzat yang sama sekali berbeda dengan makhluk. Perbedaan itu terletak
pada sifat Tuhan yang perkasa, Maha mengetahui, Maha berkuasa, dan Maha adil.
Karena perbedaan yang begitu besar, Makhluk, terutama manusia mempunyai
kewajiban untuk mengadakan hubungan baik dengan Tuhan agar sifat-sifat yang
begitu baik bisa tersalur dalam diri mereka. Hubungan itu dilakukan dengan
memperbanyak ibadah dan ritual-ritual keagamaan. Yuhan impersonal tidak
mempersoalkan hubungan baik dengan Tuhan, sebab Tuhan dalah hasil ide manusia
saja.
4. Tuhan personal menonjolkan perbedaan
antar makhluk dengan Tuhan sebagai pencipta, sedangkan dalam Tuhan yang
impersonal, terutama Pantheisme, tidak mementingkan perbedaan tersebut, bahkan
perbedaan antara Tuhan dengan makhluk itu dihilangkan.
Dalam pandangan agama, Tuhan sebagai
sesuatu yang personal karena dengan demikian hubungan dengan Tuhan seperti
salat dan doa dapat dilakukan. Tuhan dalam injil digambarkan mendekati bentuk
manusia, seperti berjalan-jalan di surga dan berbicara dengan Adam dan Hawa.
Gambaran Tuhan dalam agama yang lebih primitive, disamping memperjelas
personofikasi, juga memberikan ilustrasi yang mebnggembarkan kehebatannya,
seperti Tuhan mengendarai badai dan duduk di atas awan sambil membawa
pelengkapan untuk mengeluarkan kilat dan halilintar.
Jika Tuhan itu impersonal, seorang
penganut agama tidak akan mendapat efek atau manfaat psikologis dari keberadaan
Tuhan tersebut, karena dia tidak dapat berhubungan dengan Tuhan. Masalah lain
dari Tuhan imopersonal, terutama dalam pantheisme adalah konsep tentang dosa
dan pahala menjadi kabur. Jika Tuhan sama dengan alam, maka kejahatan yang
berasal dari alam dan manusia adalah bagian dari Tuhan. Oleh karena itu,
seorang pantheis bisa saja mengatakan bahwa dia tidak bertanggungjawab atas
kejahatan yang dilakukannya karena yang melakukan hal itu adalah Tuhan.
Syekh Siti Jenar dalam bukunya
menuliskan bawa Tuhan adalah kihidupan. Alam semesta ini tercipta karena
percikan sinar Tuhan. Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu, karena dalam
menciptakan sesuatu itu membutuhkan proses waktu, sedangkan Tuhan berada diluar
dimensi waktu. Istilah menciptakan bagi Tuhan tentu berbeda dengan makna
menciptakan seperti tukang kayu yang menciptakan kursi. Istilah satu-nya Tuhan
juga berbeda dengan satu-nya pulpen. Tuhan Maha absolut yang berada di luar
jangkauan pikiran manusia.
Sering orang mengatakan Tuhan ada di
surga atau Tuhan ada di atas. Padahal Tuhan berada di luar dimensi ruang. Oleh
karena itu, sebenarnya Dia tidak berada di surge, tidak berada di atas, ataupun
dibawah, dan tidak datang ataupun pergi. Tuhan ada dimana-mana. Ada lagi yang
mengatakan bahwa Tuhan senang, Tuhan sedih, Tuhan marah, Tuhan murka, Tuhan
mengancam, Tuhan cemburu, dan sebagainya. Padahal Tuhan adalah Maha kuasa. Dia
menguasai
segala sesuatu, tapi tidak ada sesuatu yang menguasai-Nya. Jika Tuhan masih
marah, berarti Dia masih dikuasai oleh emosi. Lagi pula, hal ini bertentangan
dengan sifat-Nya yang luhur dan mulia. Walaupun dalam kitab suci ada istilah
“Tuhan murka”, sesungguhnya ini adalah symbol atau lambing saja.
Agama adalah simbol. Sebagai bahasa simbol, agama tidak boleh dipahami dan
ditelan secara mentah-mentah. Pemahaman dangkal semacam ini telah mengakibatkan
timbulnya berbagai kejahatan atas nama Tuhan , seperti kekerasan,
kesewenang-wenangan, bahkan pembunuhan atas nama Tuhan. Kesalahan manusia
selama ini adalah bajwa Tuhan dianggap dan digambarkan seolah-olah sebagai
sosok tinggi besar yang berada di langit,
lengkap dengan segala emosinya. Dia mengatur nasib manusia seenaknya dan
tidak boleh dibantah dan diganggu gugat. Dia akan berkenan terhadap orang-orang
yang menyenangkannya dan sebaliknya, Dia akan murka terhadap orang-orang yang
menentangnya.
Ditinjau dari segi hakikat, ilusi atau
khayalan semacam ini sesungguhnya agak primitif. Pengertian semacam ini tdak
jauh berbeda dengan pemahaman orang-orang primitif dulu yang mengenggap segala
kekuatan alam yang dahsyat seperti petir, laut, batu besar, dan sebagainya
sebagai Tuhan. Banyak dari mereka yang mlakukan ritual-ritual, sesaji, bahkan pengorbanan
untuk bisa menyenangkan Tuhan dan mendapatkan perkenan-Nya, sehingga segala
keinginan mereka bisa terpenuhi. Hal ini berarti menjadikan Tuhan sebagai
jembatan untuk mencapai keinginan dan hawa nafsunya sebagai tujuan utama atau
sebagai Tuhannya. Tuhan tidak disadarinya sebagai sumber pusat, dan tujuan
keberadaannya, tetapi sekedar sebagai alat dan sarana untuk memenuhi
keinginannya sehinnga tidak lebih dari sekedar sendok dan garpu yang digunakan
untuk makan.
Penalaran akal merupakan sesuatu yang sama
bagi setiap orang, setiap bangsa, atau setiap zaman. Agama maupun filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya
memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang
dimaksud disini adalah agama samawi, yaitu agama yang diwahyukan Tuhan kepada
nabi dan rasul-Nya. Dibalik persamaan itu juga terdapat perbedaan di antara
keduanya. Dalam agama ada beberapa hal yang sangat penting, misalnya Tuhan,
kebajikan, baik dan buruk, surge dan neraka, dan lain sebagainya. Di mana
hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat, karena hal-halmtersebut ada
atau mungkin tidak ada. Alasan filsafat untuk menerima kebenaran hanya dari
penyelidikan sendiri, yakni hasil pikiran belaka bukan berarti bahwa filsafat
mengingkari kebenaran lain atau dalam hal ini adalah kebenaran agama. Filsafat
tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, akan tetapi ia mendasarkan
penyelidikan pada wahyu. Ada juha beberapa hal yang termasuk dalam wilayah
agama yang menjadi bahan diskusi dalam filsafat.
ANALISIS
Banyak orang yang mempertanyakan esensi dari filsafat itu
sendiri. Apakah filsafat itu hanyalah sekumpulan teori-teori dari
pemikir-pemikir yang selalu memikirkan apa itu hidup?, ataukah filsafat itu
dasar dari kehidupan dunia dan setelahnya?. Dari beberapa buku yang saya baca,
filsafat tidaklah segumpalan omong kosong mengenai pemikiran panjang dan
berbelit mengenai hidup, tapi bagaimana cara seseorang menjalani hidup dengan
kehidupan yang seperti sekarang ini. Filsafat menggali akar dari sebuah
permasalahan. Dengan filsafat, seseorang akan diajarkan untuk arif dan
bijaksana dalam menjalani hidup dengan mendalami makna dan esensi dari hidup
yang dijalaninya.
Hidup beragama ini tampak pada suka dan cara perwujudan sikap hidup
beragama seseorang. yang mana sikap menerima walaupun berbeda agama dengan
profil sebagai sesama hamba Allah. Karena keyakinan seseorang bahwa Allah yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang mengasihi setiap manusia dan seluruh umat
manusia tanpa diskriminasi berdasarkan kemaha-adilan Tuhan, maka hamba ini
wajib dan tak punya pilihan lain, selain mengasihi sesamanya tanpa diskriminasi
berdasarkan agama, budaya, etnik, profesi, atau kepentingan tertentu yang berbeda.
Membedakan diri sendiri dengan orang lain adalah perbuatan akal
sehat, tetapi membeda-bedakan atau melakukan diskriminasi terhadap orang lain
justru bertentangan dengan akal sehat dan nilai kemanusiaan yang dijunjung
tinggi oleh umat beragama dari setiap agama yang saling berbeda. Karena
itu, membeda-bedakan manusia berdasarkan perbedaan agama sesungguhnya
bertentangan dengan ajaran agama.
Seseorang yang
tulus dalam beragama akan menghormati, menghargai dan bahkan mengasihi antar
sesamanya, karena sama-sama profesi sebagai makhluk Tuhan manusia yang dikasihi
Tuhan. Seorang yang tulus beragama mengasihi sesamanya hanya dengan berpamrih
pada Tuhan sebagai sumber segala kasih dan rahmat. Kasih atau cinta kepada
sesama manusia harus dapat menembus atribut-atribut yang mengemasnya.
Atribut-atribut perbedaan yang melekat pada diri seorang tak harus
menjadi perisai yang menangkis atau menangkal kasih atau rahmat yang diberikan
oleh orang lain kepadanya. Secara hakiki, manusia adalah manusia ciptaan Tuhan
sehingga saling berbeda tidak mengharuskan seseorang untuk berlaku tidak adil
dengan membeda-bedakan seseorang dengan dirinya sendiri atau dengan orang
lain atau dengan memperlakukan sesama secara diskriminasi karena berbeda agama,
suku, atau status dan lain sebagainya.
Perbedaan ciptaan Tuhan ditengah
alam semesta adalah suatu keniscayaan yang patut diterima sebagai anugerah yang
harus disyukuri. Hal demikian harus menjadi lebih nyata pada hidup beragama di
tengah pluralitas agama sebagai keniscayaan yang diterima dan disyukuri sebagai
anugerah Tuhan. Manusia
memiliki kebebasan beragama. Karena agama di sini sebagai sistem organisasi
kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas
secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah
yang terorganisir atau teratur.
Setelah melalui proses pemikiran
yang panjang, filsafat memahami Tuhan sebagai penyebab pertama alam semesta dan
penyebab pertama semua kesempurnaan yang ditemukan di dunia. Filsafat
menjelaskan Tuhan sebagai dzat yang impersonal.
Spiritualitas adalah sesuatu yang
berhubungan dengan kerohanian atau kejiwaan. Kehidupan spiritualitas ini harus
dijalani dan dialami secara langsung dengan dilakukan sendiri. Spiritual setiap
individu ini dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan, dan keyakinan tentang kehidupan. Spiritualitas ini juga memberikan
suatu perasaan yang berhubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), hubungan
orang lain dengan lingkungan (interpersonal), dan hubungan yang tidak dapat
dilihat, yaitu hubungan dengan ketuhanan (transpersonal).
Dalam hubungan dengan ketuhanan di
sini, Tuhan diartikan sebagai sumber, pusat, dan tujuan dari seluruh yang ada
di dunia ini. Tuhan adalah masalah pokok dalam setiap agama dan filsafat. Agama
tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak bisa disebut agama. Dalam pemikiran
filsafat, realitas tertinggi itu adalah pemikiran (ide) manusia dan kepastian
logis dari pemikiran itu. Namun, realitas itu juga belum bisa disebut sebagai
Tuhan yang personal, akan tetapi bisa dikatakan sebagai Tuhan yang impersonal.
Tuhan yang personal ini terdapat dalam paham-paham agama, seperti Yahudi,
Kristen, dan Islam. Karena setiap agama pasti memiliki nama Tuhan. Namun,
walaupun tulisan nama Tuhan itu sama, cara membacanya belum tentu sama. Tuhan
personal sebagaimana yang dijelaskan di atas, jelasnya bukan hasil, ide, atau
pikiran manusia, akan tetapi istilah Tuhan itu didapati dari informasi wahyu
yang dibawa oleh para Utusan Tuhan. Personifikasi Tuhan itu telah tercantum
dalam kitab suci, yakni Tuhan adalah pencipta alam smesta dan sekaligus
pemeliharanya. Di samping itu, kitab suci juga menjelaskan bahwa Tuhan itu Maha
tahu dan Maha berkuasa. Pengertian tentang Tuhan personal ini berbeda halnya dengan
paham tentang Tuhan yang impersonal, yang mana tidak mementingkan tentang Tuhan
itu pencipta atau tidak. Paling penting dalam filsafat, Tuhan adalah awal dan
akhir dari segala sesuatu. Aktifitas Tuhan di alam semesta (dalam pandangan
Tuhan yang impersonal), itu tidak diperlukan karena akan mengurangi
kesempurnaan-Nya. Pada prinsipnya, antara Tuhan personal dan Tuhan impersonal
itu dapat dibedakan dalam beberapa segi, yakni:
1. Tuhan personal lebih menekankan pada
identitas Tuhan sebagai dzat yang sempurna dan perlu disembah sebagai wujud
pengabdian makhluk kepada penciptanya. Berbeda dengan Tuhan impersonal,
pengertian ini tidak mempersoalkan tentang identitas Tuhan, akan tetapi yang
lebih terpenting adalah ide tentang Tuhan merupakan konsekuensi logis dari
keberadaan atau wujudnya. Oleh karena itu, Tuhan impersonal itu tidak disembah
dan juga tidak dipuja.
2. Tuhan personal barasal dari petunjuk
wahyu, sedangkan Tuhan impersonal berasal dari kesimpulan pemikiran manusia. oleh karena itu, Tuhan dalam agama disebut
dzat pencipta dan sekaligus yang memelihara alam. Berbeda dengan pengertian
Tuhan dalam filsafat, yakni Tuhan hanya sebagai sebab awal dan tujuan akhir
dalam segala wujud.
3. Tuhan personal mengakui bahwa Tuhan
adalah dzat yang sama sekali berbeda dengan makhluk. Perbedaan itu terletak
pada sifat Tuhan yang perkasa, Maha mengetahui, Maha berkuasa, dan Maha adil.
Karena perbedaan yang begitu besar, Makhluk, terutama manusia mempunyai
kewajiban untuk mengadakan hubungan baik dengan Tuhan agar sifat-sifat yang
begitu baik bisa tersalur dalam diri mereka. Hubungan itu dilakukan dengan
memperbanyak ibadah dan ritual-ritual keagamaan. Yuhan impersonal tidak
mempersoalkan hubungan baik dengan Tuhan, sebab Tuhan dalah hasil ide manusia
saja.
4. Tuhan personal menonjolkan perbedaan
antar makhluk dengan Tuhan sebagai pencipta, sedangkan dalam Tuhan yang
impersonal, terutama Pantheisme, tidak mementingkan perbedaan tersebut, bahkan
perbedaan antara Tuhan dengan makhluk itu dihilangkan.
Dalam pandangan agama, Tuhan sebagai
sesuatu yang personal karena dengan demikian hubungan dengan Tuhan seperti
salat dan doa dapat dilakukan. Tuhan dalam injil digambarkan mendekati bentuk
manusia, seperti berjalan-jalan di surga dan berbicara dengan Adam dan Hawa.
Gambaran Tuhan dalam agama yang lebih primitive, disamping memperjelas
personofikasi, juga memberikan ilustrasi yang mebnggembarkan kehebatannya,
seperti Tuhan mengendarai badai dan duduk di atas awan sambil membawa
pelengkapan untuk mengeluarkan kilat dan halilintar.
Jika Tuhan itu impersonal, seorang
penganut agama tidak akan mendapat efek atau manfaat psikologis dari keberadaan
Tuhan tersebut, karena dia tidak dapat berhubungan dengan Tuhan. Masalah lain
dari Tuhan imopersonal, terutama dalam pantheisme adalah konsep tentang dosa
dan pahala menjadi kabur. Jika Tuhan sama dengan alam, maka kejahatan yang
berasal dari alam dan manusia adalah bagian dari Tuhan. Oleh karena itu,
seorang pantheis bisa saja mengatakan bahwa dia tidak bertanggungjawab atas
kejahatan yang dilakukannya karena yang melakukan hal itu adalah Tuhan.
Syekh Siti Jenar dalam bukunya
menuliskan bawa Tuhan adalah kihidupan. Alam semesta ini tercipta karena
percikan sinar Tuhan. Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu, karena dalam
menciptakan sesuatu itu membutuhkan proses waktu, sedangkan Tuhan berada diluar
dimensi waktu. Istilah menciptakan bagi Tuhan tentu berbeda dengan makna
menciptakan seperti tukang kayu yang menciptakan kursi. Istilah satu-nya Tuhan
juga berbeda dengan satu-nya pulpen. Tuhan Maha absolut yang berada di luar
jangkauan pikiran manusia.
Sering orang mengatakan Tuhan ada di
surga atau Tuhan ada di atas. Padahal Tuhan berada di luar dimensi ruang. Oleh
karena itu, sebenarnya Dia tidak berada di surge, tidak berada di atas, ataupun
dibawah, dan tidak datang ataupun pergi. Tuhan ada dimana-mana. Ada lagi yang
mengatakan bahwa Tuhan senang, Tuhan sedih, Tuhan marah, Tuhan murka, Tuhan
mengancam, Tuhan cemburu, dan sebagainya. Padahal Tuhan adalah Maha kuasa. Dia
menguasai
segala sesuatu, tapi tidak ada sesuatu yang menguasai-Nya. Jika Tuhan masih
marah, berarti Dia masih dikuasai oleh emosi. Lagi pula, hal ini bertentangan
dengan sifat-Nya yang luhur dan mulia. Walaupun dalam kitab suci ada istilah
“Tuhan murka”, sesungguhnya ini adalah symbol atau lambing saja.
Agama adalah simbol. Sebagai bahasa simbol, agama tidak boleh dipahami dan
ditelan secara mentah-mentah. Pemahaman dangkal semacam ini telah mengakibatkan
timbulnya berbagai kejahatan atas nama Tuhan , seperti kekerasan,
kesewenang-wenangan, bahkan pembunuhan atas nama Tuhan. Kesalahan manusia
selama ini adalah bajwa Tuhan dianggap dan digambarkan seolah-olah sebagai
sosok tinggi besar yang berada di langit,
lengkap dengan segala emosinya. Dia mengatur nasib manusia seenaknya dan
tidak boleh dibantah dan diganggu gugat. Dia akan berkenan terhadap orang-orang
yang menyenangkannya dan sebaliknya, Dia akan murka terhadap orang-orang yang
menentangnya.
Ditinjau dari segi hakikat, ilusi atau
khayalan semacam ini sesungguhnya agak primitif. Pengertian semacam ini tdak
jauh berbeda dengan pemahaman orang-orang primitif dulu yang mengenggap segala
kekuatan alam yang dahsyat seperti petir, laut, batu besar, dan sebagainya
sebagai Tuhan. Banyak dari mereka yang mlakukan ritual-ritual, sesaji, bahkan pengorbanan
untuk bisa menyenangkan Tuhan dan mendapatkan perkenan-Nya, sehingga segala
keinginan mereka bisa terpenuhi. Hal ini berarti menjadikan Tuhan sebagai
jembatan untuk mencapai keinginan dan hawa nafsunya sebagai tujuan utama atau
sebagai Tuhannya. Tuhan tidak disadarinya sebagai sumber pusat, dan tujuan
keberadaannya, tetapi sekedar sebagai alat dan sarana untuk memenuhi
keinginannya sehinnga tidak lebih dari sekedar sendok dan garpu yang digunakan
untuk makan.
Penalaran akal merupakan sesuatu yang sama
bagi setiap orang, setiap bangsa, atau setiap zaman. Agama maupun filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya
memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang
dimaksud disini adalah agama samawi, yaitu agama yang diwahyukan Tuhan kepada
nabi dan rasul-Nya. Dibalik persamaan itu juga terdapat perbedaan di antara
keduanya. Dalam agama ada beberapa hal yang sangat penting, misalnya Tuhan,
kebajikan, baik dan buruk, surge dan neraka, dan lain sebagainya. Di mana
hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat, karena hal-halmtersebut ada
atau mungkin tidak ada. Alasan filsafat untuk menerima kebenaran hanya dari
penyelidikan sendiri, yakni hasil pikiran belaka bukan berarti bahwa filsafat
mengingkari kebenaran lain atau dalam hal ini adalah kebenaran agama. Filsafat
tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, akan tetapi ia mendasarkan
penyelidikan pada wahyu. Ada juha beberapa hal yang termasuk dalam wilayah
agama yang menjadi bahan diskusi dalam filsafat.
ANALISIS
Banyak orang yang mempertanyakan esensi dari filsafat itu
sendiri. Apakah filsafat itu hanyalah sekumpulan teori-teori dari
pemikir-pemikir yang selalu memikirkan apa itu hidup?, ataukah filsafat itu
dasar dari kehidupan dunia dan setelahnya?. Dari beberapa buku yang saya baca,
filsafat tidaklah segumpalan omong kosong mengenai pemikiran panjang dan
berbelit mengenai hidup, tapi bagaimana cara seseorang menjalani hidup dengan
kehidupan yang seperti sekarang ini. Filsafat menggali akar dari sebuah
permasalahan. Dengan filsafat, seseorang akan diajarkan untuk arif dan
bijaksana dalam menjalani hidup dengan mendalami makna dan esensi dari hidup
yang dijalaninya.
Hidup beragama ini tampak pada suka dan cara perwujudan sikap hidup
beragama seseorang. yang mana sikap menerima walaupun berbeda agama dengan
profil sebagai sesama hamba Allah. Karena keyakinan seseorang bahwa Allah yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang mengasihi setiap manusia dan seluruh umat
manusia tanpa diskriminasi berdasarkan kemaha-adilan Tuhan, maka hamba ini
wajib dan tak punya pilihan lain, selain mengasihi sesamanya tanpa diskriminasi
berdasarkan agama, budaya, etnik, profesi, atau kepentingan tertentu yang berbeda.
Membedakan diri sendiri dengan orang lain adalah perbuatan akal
sehat, tetapi membeda-bedakan atau melakukan diskriminasi terhadap orang lain
justru bertentangan dengan akal sehat dan nilai kemanusiaan yang dijunjung
tinggi oleh umat beragama dari setiap agama yang saling berbeda. Karena
itu, membeda-bedakan manusia berdasarkan perbedaan agama sesungguhnya
bertentangan dengan ajaran agama.
Seseorang yang
tulus dalam beragama akan menghormati, menghargai dan bahkan mengasihi antar
sesamanya, karena sama-sama profesi sebagai makhluk Tuhan manusia yang dikasihi
Tuhan. Seorang yang tulus beragama mengasihi sesamanya hanya dengan berpamrih
pada Tuhan sebagai sumber segala kasih dan rahmat. Kasih atau cinta kepada
sesama manusia harus dapat menembus atribut-atribut yang mengemasnya.
Atribut-atribut perbedaan yang melekat pada diri seorang tak harus
menjadi perisai yang menangkis atau menangkal kasih atau rahmat yang diberikan
oleh orang lain kepadanya. Secara hakiki, manusia adalah manusia ciptaan Tuhan
sehingga saling berbeda tidak mengharuskan seseorang untuk berlaku tidak adil
dengan membeda-bedakan seseorang dengan dirinya sendiri atau dengan orang
lain atau dengan memperlakukan sesama secara diskriminasi karena berbeda agama,
suku, atau status dan lain sebagainya.
Perbedaan ciptaan Tuhan ditengah
alam semesta adalah suatu keniscayaan yang patut diterima sebagai anugerah yang
harus disyukuri. Hal demikian harus menjadi lebih nyata pada hidup beragama di
tengah pluralitas agama sebagai keniscayaan yang diterima dan disyukuri sebagai
anugerah Tuhan. Manusia
memiliki kebebasan beragama. Karena agama di sini sebagai sistem organisasi
kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas
secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah
yang terorganisir atau teratur.
Setelah melalui proses pemikiran
yang panjang, filsafat memahami Tuhan sebagai penyebab pertama alam semesta dan
penyebab pertama semua kesempurnaan yang ditemukan di dunia. Filsafat
menjelaskan Tuhan sebagai dzat yang impersonal.
Makasih banyak atas penjelasan nya
BalasHapus