ETIKA POLITIK DALAM AL-QUR’AN




Pada pembahasan sebelumnya, pembahasan mengenai keadilan ini sudah pernah dibahas secara rinci dan detail tentang prinsip demokrasi, yang mana keadilan atau sifat adil ini adalah salah satu dari prinsip demokrrasi. Dalam pembahasan etika politik disini lebih cenderung membahas tentang adil yang bagaimanakah yang dimaksud dalam dua surat yang telah menjadi pilihan dari dosen pengampu matakuliah ini.

Pada prinsipnya semua manusia ingin diperlakukan secara adil, baik bidang hukum, politik maupun ekonomi. Di negara kita Indonesia, kalau kita mau melihat kebelakang persoalan ketidakadilan inilah yang seringkali menjadi penyebab terjadinya konflik dan pertikaian dalam masyarakat bangsa Indonesia.
Keadilan sosial merupakan tujuan sebenarnya dalam bernegara, sebab dengan adanya keadilan sosial akan tumbuh rasa ikut punya dan rasa ikut serta oleh semua. Komitmen kepada usaha untuk mewujudkan keadilan sosial, adalah dengan ketegasan memperhatikan kepentingan hidup rakyat secara nyata. Pelajaran paling pahit dari pengalaman bangsa Indonesia dalam bernegara adalah pada masa-masa terakhir ini muncul karena diabaikannya nilai keadilan sosial, dibiarkannya praktek-praktek kezaliman sosial berjalan dengan bebas dan merajalela.
 Perintah menegakkan keadilan dinyatakan secara jelas dalam beberapa ayat al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 8:
A.  QS. al-Maidah(5):8  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam hubungan ini al-Qur’an menyatakan bahwa Allah memerintahkan orang-orang mukmin agar benar-benar menjadi penegak keadilan. Perintah ini diulang pada ayat lain yang berkaitan dengan perintah menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, karena ini juga merupakan bagian dari usaha menegakkan keadilan. Sebagaimana tersebut dalam surat Al-An’am ayat 152:  
Artinya : “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
Dari pernyataan ayat-ayat di atas, jelaslah bahwasanya perintah berlaku adil dalam visi al-Qur’an adalah berlaku bagi semua bentuk hubungan manusia.
Sebelum ayat ini, Allah telah melarang orang-orang yang beriman agar jangan sampai kebencian mereka kepada orang-orang yang telah mengahalangi mereka masuk masjidil haram itu menjadikan mereka melakukan tindakan melampaui batas terhadap musuh mereka. Ini merupakan suatu puncak ketinggian di dalam mengendalikan jiwa dan bertoleransi. Dalam ayat ini mereka di wanti-wanti agar rasa kebencian meraka kepada orang lain jangan sampai menjadika mereka berpaling dari keadilan, dan ini merupakan puncak yang sangat tinggi dan sangat sulit bagi jiwa seseorang. Ini merupakan tahapan dibalik pengendalian diri untuk tidak melakukan pelanggaran dan supaya tabah mengekangnya. Kemudian dilanjutkan dengan tindakan menegakkan keadilan meskipun di dalam hati terdapat perasaan benci dan tidak suka kepada yang bersangkutan.
B.  QS. al-Nahl(16):90
  
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. al-Nahl[16]:90).
Keadilan dalam al-Qur’an di sebutkan sebanyak 28 kali dalam 12 surat, masing-masing ayat yang memuat term keadilan memiliki bentuk, kategori, subyek, obyek, dan makna tersendiri dan digunakan dalam berbagai aktivitas. Kata adil adalah al-‘adlu merupakan masdar dari kata adala dengan segala perubahan bentuk, ia terulang sebanyak 28 kali yang tergelar dalam 12 surat, semua surat yang didalamnya memuat kata adil dengan segala bentuknya diturunkan di makkah dan di madinah, sehingga surat ini ditujukan untuk seluruh manusia baik yang beriman maupun tidak, subyek kata al’adlu adalah Allah SWT, karena hanya Dia Dzat yang maha adil, obyeknya adalah manusia secara umum, hakim, timbangan dan Alquran. Dalam hal ini, adil dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni al-’adlu, al-qistu, al-mizan. Dalam ayat ini adil berarti Manusia secara umum, seperti pada QS. Al-Nahl: 90. Obyek manusia secara umum ini disebabkan oleh kondisi ayat yang bersifat deskriptif yaitu sekedar menggambarkan konsep keadilan manusia secara umum tanpa dikaitkan dengan segala aktivitas.
Ayat ini memerintahkan orang-orang mukmin untuk menciptakan perdamaian di lingkungan mereka. Sedangkan untuk orang-orang yang menghalangi usaha tersebut Allah telah menjanjikan balasan untuk mereka. Kata al’adlu yang digandeng dengan kata al-ihsan yang melembutkan ketajaman keadilan yang solid. Sehingga membiarkan pintu-pintu terbuka lebar menuju keadilan bagi siapa saja yang ingin bertasamuh (toleransi) dalam sebagian hanya demi mengutamakan kasih sayang hati nurani dan sebagai penyembuh kedengkian jiwa seseorang.
Surat al-Nahl ayat 90 ini tidak ada Asbab al-Nuzul nya, namun ayat ini memiliki munasabah dengan ayat-ayat sebelumnya yakni Surat al-Nahl ayat 89
  
Artinya : “(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. al-Nahl[16]:89).
Ayat 89 ini menjelaskan keutamaan Alquran bahwa kitab suci ini menjelaskan segala sesuatu, maka dalam surat al-Nahl ayat 90 dijelaskan sekelumit rincian yang dapat menjelaskan kesimpulan petunjuk Alquran yang terdapat dalam ayat yang ke 89 ini. Sedangkan dalam surat al-Nahl ayat 91:
    
Artinya : “dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. al-Nahl[16]:91).
Sedangkan korelasi ayat 91 dengan ayat 90 ini adalah jika dalam ayat 90 adanya perintah dan larangan dalam satu redaksi singkat yang tidak ditampung oleh kitab-kitab dan dada manusia, serta disaksikan oleh para pendurhaka yang keras kepala bahwa redaksi semacam itu melampaui batas kemammpuan manusia, maka diayat 91 melanjutkan sebagaimana dipahami dari konteksnya bahwa jika demikian itu kandungan kitab suci ini, maka laksanakanlah apa yang diperintahkan dan jauhilah apa yang dilarang Nya dan tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji, atau dapat dikatakan bahwa ayat 91 merupakan lanjutan dari ayat 90 yang dibahas dalam makalah ini dan sebagai penjelas dari ayat 89.
Dalam surat al-Nahl ayat 90 ini Allah menguraikan lagi pokok isi Alquran untuk dijadikan pegangan bagi umat Islam, hidup di dunia dan untuk menuju kebahagiaan di akhirat. Ada beberapa pendapat dari berbagai para mufassir dalam menafsirkan ayat ini, yakni:
1.    Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil. Allah menyuruh manusia agar berbuat baik dengan meningkatkan kepatuhan dan menjunjung tinggi perintah Allah, berbuat kasih sayang pada ciptaanNya dengan bersilaturrahmi pada mereka. Dan melarang berlebihan dalam memperoleh kesenangan syahwat yang tidak diterima oleh syara’ dan akal, berlebihan dalam mengikuti dorongan amarah-amarah yang mendatangkan kejahatan pada orang lain, menganiaya dan mengarahkan bencana kepada mereka, serta menyumbangkan diri terhadap manusia dan memalingkan muka dari mereka.
2.    Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy berpendapat bahwasanya Allah menyuruh manusia berlaku adil dan insyaf serta tetap berjalan imbang melampaui batas dan tidak menguranginya dan Allah menyuruh manusia untuk berbuat ihsan, berbuat kebajikan kepada makhluk Allah.
3.    Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA) berpendapat bahwasanya ada tiga hal yang diperintahkan oleh Allah agar dilakukan sepanjang waktu sebagai bukti taat kepada Allah. pertama jalan adil yakni menimbang yang sama berat, kedua menyalahkan yang salah dan membenarkan yang berhak, dan yang bketiga adalah perintah untuk melatih diri berbuat ihsan.
4.    Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, ayat ini memerintahkan untuk berbuat adil dalam sikap, ucapan, dan tindakan, walaupun terhadap diri sendiri dan menganjurkan berbuat ihsan yakni yang lebih utama dari keadilan dan juga pemberian apapun yang dibutuhkan dan sepanjang kemampuan lagi dengan tulus kepada kaum kerabat, dan Allah melarang segala macam dosa, lebih-lebih perbuatan keji yang amat dicela oleh agama dan akal sehat seperti zina dan homo seksual, demikian juga kemungkaran atau hal-hal yang bertentangan dengan adat istiadat yang sesuai dengan nilai agama melarang penganiayaan ialah segala sesuatu yang melampaui batas kewajaran.
5.    Muhammad Ali Ash Shabuni berpendapat bahwasanya menurut KH.Q. Shaleh, dalam diri manusia itu terdapat empat jenis dorongan, yakni:
·      Dorongan syahwat kebinatangan yang mengejar kelezatan lahiriyah. Dorongan ini menyebabkan perbuatan fahsya’ dapat menjerumuskan manusia kedalam perbuatan pelampiasan nafsu belaka yang dapat mencelakakan manusia.
·      Dorongan nafsu amarah binatang buas yang bertujuan merusak. Dorongan ini menyebabkan terjadinya munkar dan menimbulkan kerusakan, kejahatan dan malapetaka bagi kehidupan manusia. Perbuatan seperti ini diingkari oleh akal sehat, sehingga dilarang oleh syari’at Islam.
·      Dorongan nafsu syetan yang berusaha menanamkan sikap takabbur dan menghinakan orang lain. Dorongan ini menunjukkan kekuasaan, keagungan, dan kepemimpinannya yang disebut baghyu.
·      Dorongan akal sehat yang dimiliki para malaikat.


1 komentar untuk "ETIKA POLITIK DALAM AL-QUR’AN"