AKAD MUDHARABAH DALAM PERBANKAN SYARI'AH



PENGERTIAN AKAD MUDHARABAH
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara istilah mudharabah adalah akad kerjasama antara pihak pemilik dana (shohibul mal) dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Atau akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (shohibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola (mudharib).
LANDASAN HUKUM AKAD MUDHARABAH
Mudharabah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, hadits ataupun ijma ulama. Di antara dalil ( landasan syariah ) yang memperbolehkan praktik akad mudharabah adalah sebagai berikut :
a. “. . . dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah . . .” ( QS. Al- Muzammil:20 ), yang menjadi argumen dan dasar dilakukan akad mudharabah dalam ayat ini adalah kata ‘ yadhribun ‘ yang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki makna melakukan suatu perjalanan usaha.
b.“ Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia ( mudharib ) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”.
Hadits riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas merujuk pada keabsahan melakukan transaksi mudharabah. Kedudukan hadits ini lemah, namun demikian dalam mudharabah selalu dijadikan acuan para fuqaha ( ahli fiqh ).
Hadits ini menunjukkan praktik pembiayaan mudharabah, khususnya mudharabah muqayyadah, karena shahibul maal sebagai penyedia dana memberikan beberapa persyaratan bagi mudharib dalam mengelola dana yang diberikan. Isi hadits ini jelas sekali memberikan legalitas praktik pembiayaan mudharabah.
c. “ Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah ; jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah ), dan mencampur gandum denganjewawut untuk keperluan rumah tangga,bukan untuk dijual”. Hadits riwayat Ibnu Majah merupakan dalil lain dibolehkannya praktik mudharabah. Kedudukan hadits ini lemah, namun demikian banyak ulama yang menggunakannya sebagai dalil untuk akad mudharabah ataupun jual beli tempo.
Ulama menyatakan bahwa keberkahan dalam arti tumbuh dan menjadi lebih baik, terdapat pada perniagaan, terlebih pada jual beli yang dilakukan secara tempo ataupun akad mudharabah sebagaimana disabdakan Rasulullah dalam hadits tersebut.
Dengan menunjuk adanya keberkahan ini, hal ini mengindikasikan diperbolehkannya praktik mudharabah. Dengan adanya mudharabah ini, maka usaha yang dijalankan oleh nasabah akan berkembang dan tumbuh menjadi lebih baik, begitu juga dengan pihak bank, modalnya akan bertambah karena mendapatkan financial return.
d.Kesepakatan ulama akan bolehnya mudharabah dikutip dari Dr. Wahbah Zuhaily dari kitab al- Fiqh al- Islamy WaAdillatuh. Diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat melakukan mudharabah dengan menggunakan harta anak yatim sebagai modal dan tak seorang pun dari mereka yang menyenggah ataupun menolak. Jika praktik sahabat dalam suatu amalan tertentu yang disaksikan oleh sahabat yang lain lalu tidak seorang pun menyanggahnya, maka hal itu merupaka ijma’. Ketentuan ijma’ ini secara sharih mengakui keabsahan praktik pembiayaan mudharabah dalam sebuah perniagaan
e.Qiyas merupakan dalil lain yang membolehkan mudharabah dengan mengqiyaskannya ( analogi ) kepada transaksi Musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan menyiram, memelihara dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang perawat ( penyiram ) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan  di depan dari out put perkebunan ( pertanian ). Dalam mudharabah, pemilik dana ( shahibul maal ) dianalogkan dengan pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan kebun dianalogkan dengan pengusaha ( entrepreneur ). Mengingat dasar hukum musaqot lebih valid dan tegas yang diambil dari sunnah Rasulullah SAW, maka metodologi qiyas dapat dipakai untuk menjadi dasar diperbolehkannya mudharabah.


Rukun Dan Syarat- Syarat Mudharabah
Rukun Mudharabah
·         Malik atau shahibul maal ialah yang mempunyai modal
·         Amil, atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal
·         Maal ialah harta pokok atau modal
·         Shighot,
·         Hasil
 Syarat Sahnya Mudharabah
·         Barang yang diserahkan adalah mata uang, tidak sah menyerahkan harta benda atau emas-perak yang masih dicampur atau masih berbentuk perhiasan.
·         Melafadzkan ijab dari yang punya modal, dan qobul bagi yang menjalankannya.
·         Ditetapkan dengan jelas, bagi hasil bagian pemilikmodal dan mudharib.
·         Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasilyang akan dibagi hasilkan sesuai dengan kesepakatan.
Jenis- Jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1)      Mudharabah Mutlaqah (akad mudharabah tanpa pembatasan)
Jenis usaha mudharabah dimana shohibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam fiqh sering dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shohibul mal ke mudharinb yang memberi kewenangan penuh.
2)      Mudharabah Muqayyadah (akad mudharabah dengan pembatasan)
Jenis usaha mudharabah dimana shohibul mal dan mudharib yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
3)      Mudharabah Musytarakah
Bentuk mudharabah dimana pengelola dana atau mudharib menyertakan dananya dalam kerjasama investasi. Akad ini merupakan perpaduan dari akad mudharabah dan musyarakah. Dalam mudharabahmusytarakah ini, pengelola dana (akad mudharabah) menyertakan juga modalnya dalam investasi bersama (akad musyarakah). Pemilik modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antar pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabahadalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik modal musyarakah.
JENIS PRODUK DENGAN AKAD MUDHARABAH
1.      Tabungan Mudharabah
Tabungan Mudharabah adalah produk penghimpunan dana bank syariah dengan akad mudharabah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Ketentuan Umum Tabungan Mudharabah
·         Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
·         Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
·         Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang
·         Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
·         Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
·         Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
2.      Deposito Mudharabah
Deposito Mudharabah Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Jenis deposito berjangka :
 1. Deposito berjangka biasa Deposito yang berakhir pada jangka waktu yang diperjanjikan, perpanjangan hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan baru / pemberitahuan dari penyimpan
2. Deposito berjangka otomatis (Automatic roll over) Pada saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.
Deposito mudharabah merupakan simpanan dana dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal, Semua permintaan pembukaaan Deposito Mudharabah harus dilengkapi dengan suatu. “akad / kontrak / perjanjian” yang berisi antara lain nama dan alamat shahibul maal, jumlah deposito, jangka waktu, nisbah pembagian keuntungan, cara pembayaran bagi hasil dan pokok pada saat jatuh tempo serta syarat-syarat lain deposito mudharabah yang lain. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara pemberian keuntungan dan/atau perhitungan distribusi keuntungan serta resiko yang dapat timbul dari deposito tersebut Setiap tanggal jatuh tempo deposito, pemilik dana akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah dari hasilinvestasi yang telah dilakukan oleh bank. Bagi hasil akan diterima oleh pemilik dana sesuai dengan perjanjian akad awal pada saat penempatan deposito tersebut. Perhitungan bagi hasil kepada pemilik dana deposito mudharabah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1.Dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah
2.Dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah tersebut.
PERHITUNGAN NISBAH BAGI HASIL PENGHIMPUNAN DANA
Metode penghitunga bagi hasil dalam ekonomi syariah secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
1.Menghitung saldo rata-rata harian (Daily Average) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.


Dimana,
DA  = saldo rata-rata harian
N    = waktu atau hari
2.Menghitung saldo rata-rata tertimbang (Weight Average) sumber dana yang telah tersalurkan pada proyek atau usaha-usaha lainnya.
  WA = ∑(total dana x jumlah hari periode dana.
3.Menghitung distribusi pendapatan yang diterima dalam periode tertentu.
            DP       =          WA/TWA       X         TP
Dimana,
WA             = saldo rata-rata tertimbang
TWA           = total saldo rata-rata tertimbang
TP               = total pendapatan periode tertentu
4. Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah disalurkan.
5. Mengalokasikan total pendapatan kepada masing-masing klasifikasi dana yang dimiliki sesuai dengan saldo rata-rata tertimbang.
6. Memperhatikan nisbah sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam kesepakatan (akad).
7.Mendistribusikan bagi hasil tersebut sesuai dengan nisbahnya kepada pemilik dana sesuai dengan klasifikasi dana yang ditanamkan.
Contoh:
Pada awal Januari 2007, H.Mahdi membuka tabungan atau simpanan  mudharabah pada lembaga keuangan syariah. Data transaksi yang terjadi selama bulan tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal
i) Keterangan
             (i)       Jumlah
06-Jan
setoran awal
3,000,000
10-Jan
setoran
10,000,000
25-Jan
penarikan
2,500,000
29-Jan
penarikan
500,000

Perhitungan saldo rata-rata harian dana H.Mahdi selama bulan Januari adalah dengan menghitung saldo rata-rata tertimbang dibagi dengan jumlah hari dalan bulan bersangkutan.
Tabel Saldo Rata-Rata Harian
No
Tanggal
Hari
Saldo
Saldo Tertimbang
1
06 Jan - 10 Jan
5
3,000,000
15,000,000
2
11 Jan - 25 Jan
15
13,000,000
195,000,000
3
26 Jan - 29 Jan
4
10,500,000
42,000,000
4
30 Jan - 31 Jan
2
10,000,000
20,000,000
Total
272,000,000
Saldo rata-rata harian H.Mahdi adalah
Rp 272.000.000 : 31 = Rp 8.774.193,55
Setelah saldo rata-rata harian dihitung, selanjutnya dihitung jumlah distribusi pendapatannya.
Misal, diketahui pendapatan lembaga keuangan syari’ah tersebut pada bulan Januari adalah sebesar Rp 250.000.000.
Saldo rata-rata harian untuk masing-masing jenis klasifikasi dana yang dikelola oleh lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
- simpanan mudharabah  =   50.000.000  (10%)
- investasi mudharabah 1 bln   = 125.000.000  (25%)
- investasi mudharabah 3 bln   = 110.000.000  (22%)
- investasi mudharabah 6 bln   =   75.000.000  (15%)
- investasi mudharabah 12 bln = 140.000.000  (28%)
                                                            500.000.000

Dengan data-data diatas, maka dapat dihitung distribusi pendapatan sesuai klasifikasi dana yang dikelola, yaitu sebagai berikut :

Simpanan mudharabah
10%
250,000,000
25,000,000
investasi mudharabah 1 bulan
25%
250,000,000
62,500,000
investasi mudharabah 3 bulan
22%
250,000,000
55,000,000
investasi mudharabah 6 bulan
15%
250,000,000
37,500,000
investasi mudharabah 12 bulan
28%
250,000,000
70,000,000
Total
250,000,000

Nisbah (Rasio Bagi Hasil)
Nisbah adalah merupakan rasio bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerjasama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dimana nisbah ini tertuang didalam akad yang telah disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak.Dengan menggunakan data-data pada contoh diatas, akan diilustrasikan penghitungan nisbah.
Misalkan, diketahui nisbah yang telah disepakati antara H.Mahdi dengan pihak lembaga keuangan syari’ah sebesar 60:40, maka distribusi pendapatan untuk H.Mahdi adalah sebagai berikut.
Nisbah simpanan mudharabah untuk pemilik dana
25.000.000 x 60% = 15.000.000

Distribusi pendapatan untuk H.Mahdi atas simpanan mudharabahnya adalah
8.774.193,55
x
15.000.000
=
263.225,81
500.000.000

PROSES TRANSAKSI MUDHARABAH


Keterangan:
Pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib) untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian keduanya melakukan perjanjian bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi ditanggung pemilik dana.


Posting Komentar untuk "AKAD MUDHARABAH DALAM PERBANKAN SYARI'AH"