BAB I
PENDAHULUAN
Wacana
filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad ke-17,
adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi
adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling
memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan
kebenaran itu sendiri.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak
epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat
yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran
filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme. Empirisme itu sendiri pada
abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda,
yaitu: rasionalitas, empirisme dan pragmatisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pragmatisme
Menurut
Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran
yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme
lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.
Sedangkan
menurut istilah adalah berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti
perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau
paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa
pemikran itu menuruti tindakan.
Aliran
ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah
“faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme
benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar
kalau berfungsi (if it works).
Kata
pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian
seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya,
tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme
adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu
ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu
konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat
tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu
dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
B. Tokoh-tokoh
Filsafat Pragmatisme
1. Charles
Sanders Peirce
Charles mempunyai
gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila
bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di
dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought(1974)
menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain
yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
a.
Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian
opini manusia.
b.
Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan
mnerima keyakinan dari “community of knowers “
c.
Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan
bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat
dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas).
2. William
James
William
selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya
“empirisme radikal”.
Menurut
James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yag benar ialah apa yang
membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya
yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu
asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi,
kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan
asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Sedangkan
empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur
alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung.
Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya
kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah
oleh pengalaman berikutnya.
Menurut
James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan
Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan
empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara,
Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang
bersifat rasional.
Menurut
James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran
dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang
memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat
memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa
kearah kebaikan.
Disamping
itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme,
sebagai berikut:
a.
Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi
tetapi dunia benar adanya.
b.
Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada
ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
c.
Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya
pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny
maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
d.
Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut,
tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada
kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya
(Horton dan Edwards, 1974:172).
3. John
Dewey
Dewey
adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan
aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya,
tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi
perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh
tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat
harus berpijak pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah
pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun suatu system norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme
adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan
penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana
pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan
pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi
di masa depan.
Sehubungan
hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau
terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang
tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilainnya adalah alat(
instrumental) . jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha
untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulandalam bentuknya yag
bermacam-macam. Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai
penciptaanya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti
tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
•
Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
•
Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada
hari kemarin.
•
Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga
kita. Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.
C. Analisis
Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
1.kekuatan
Pragmatisme
a.
kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer,
khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi
ilmu pengetahuan maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan
filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis,
idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan
atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di
akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia
untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi,
dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut,
pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk
berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian,
pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah
temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara
dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.
c.
Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti
kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui
adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan
kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan
manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.
2. Kelemahan
Pragmatisme
a.
Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan
kebenaran absolute (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabila
terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh
manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu
yang transcendental (bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada
perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai
kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
b.
Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu
yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka
pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha
secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka
dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
c.
Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia
bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka
dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari
sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pragmatisme
berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis.Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat
pragmatisme adalah William James dan John Dewey.Seperti dengan aliran-aliran
filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki kekuatan dan kelemahan
sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini.
1. Kekuatan
Ø kemunculan
pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di
Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu
pengetahuan maupun teknologi.
Ø Pragmatisme
telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan
segala yang ada
Ø Sesuai
dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan
yang mapan”.
2. Kelemahan
Ø Karena
pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran
absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara
alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri,
secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang
transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta).
Ø Karena
yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang
nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka
pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis.
Ø Untuk
mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.
Posting Komentar untuk "PRAGMATISME DALAM ALIRAN FILSAFAT"