Emansipasi wanita dan hak asasi manusia mulai
merebak di tengah umat. Akibatnya, berbagai syubhat (kerancuan berpikir)
antipoligami pun menjadi konsumsi harian para istri. Karena itu, tak sedikit
para istri yang dipoligami merasa jengkel dan tersulut emosi. Ibarat api dalam
sekam. Baranya terus menjalar, perlahan namun pasti.
Luapan kemarahan akhirnya menjadi solusi. Para
suami dihujat dan digugat. Tak sedikit dari mereka yang tercemar nama baiknya
bahkan terempas dari kedudukannya. Seakan telah melakukan dosa besar yang tak
bisa diampuni lagi. Lain masalah ketika para suami itu berbuat serong, punya
wanita idaman lain (WIL) yang tak halal baginya alias selingkuh. Reaksi
sebagian istri justru tak sehebat ketika dipoligami.
Bahkan, tak sedikit dari mereka yang diam
seribu bahasa. Yang penting tidak dimadu! Itulah sekira letupan hati mereka.
Tak heran, bila di antara para suami “bermasalah” itu lebih memilih berbuat
selingkuh daripada poligami. Bisa jadi karena pengalaman mereka bahwa selingkuh
itu “lebih aman” daripada poligami. Sampai-sampai ada sebuah pelesetan,
selingkuh itu “selingan indah keluarga utuh”.
Padahal selingkuh itu menjijikkan. Selingkuh adalah zina.
Selingkuh diharamkan dalam agama dan tak selaras dengan fitrah suci manusia.
Demikianlah di antara ragam fakta unik yang terjadi dalam ranah sosial
kemasyarakatan kita. Memang aneh, tapi nyata.
Dalam makalah ini kami mencoba mengupas apa
itu poligami dan apa manfaat poligami bagi umat manusia, karna kita sebagai
umat islam harus yakin semua yang di ciptakan Allah itu tidak ada yang sia-sia,
dari benda-benda yang diciptakan dan aturan-aturan yang dibuatnya tidak lain
itu semua demi kepentingan manusia baik dalam keseimbangan sosial kemasyarakatan
dan keseimbangan alam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Poligami
Kata
poligami, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu polus yang
berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila
pengertian kata ini digabungkan, maka poligami akan berarti suatu perkawinan
yang banyak atau lebih dari seorang.
Sedangkan pengertian
poligami menurut Kamus Bahasa Indonesia, adalah ikatan perkawinan yang salah
satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan.
Para
ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang beristri lebih dari seorang
dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus yang
berarti banyak dan gune yang berarti perempuan. Sedangkan bagi
seorang istri yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang
berasal dari kata polus yang berarti banyak dan andros berarti
lak-laki.
Jadi, kata yang tepat
bagi seorang laki-laki yang mempunyai istri lebih dari seorang dalam waktu yang
bersamaan adalah poligini bukan poligami. Sedangkan dalam bahasa arab poligami
disebut ta’addud az-zaujat. Bagi kaum pria, pembahasan tentang
poligami acap kali menjadi bunga hati.
B. Poligami Menurut Syari’at Islam
Poligami adalah syariat
Islam yang merupakan sunnah Rasulallah SAW. Dalilnya surah An-Nisa: 3,
artinya:
“Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS An-Nisa, ayat ke-3).
a. Syarat-syarat Poligami Menurut poligami
1. Kemampuan Melakukan Poligami.
Seorang lelaki yang
berpoligami disyaratkan mesti memiliki kemampuan agar tidak menyusahkan orang
lain.
Poligami bukan perkara
yang mudah kerana ia akan dipertanggung jawab di hari kiamat kelak. Dalil
hadith: “Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia melebihkan
seorang daripadanya, maka pada hari Kiamat dia akan bangkit dalam keadaan salah
satu bahunya miring sebelah.”
2. Berlaku Adil Terhadap Para Isteri Dalam
Pembahagian Giliran dan Nafkah.
Seorang suami wajib
berlaku adil di dalam pembahagian. Jika dia bermalam dengan satu isterinya
semalam atau dua malam atau tiga malam, maka dia mesti bermalam dengan isteri
yang lain selama itu juga. Tidak boleh melebihkan salah satu dari isterinya di
dalam pembahagian.
Tetapi tidak berdosa
jika dia lebih mencintai salah satu isterinya, dan lebih banyak berjimak
dengannya sebagaimana firman Allah bermaksud:
“Dan kamu sekali-kali
tidak akan dapat berlaku adil (yakni dalam perkara batin) di antara
isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Kerana itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain tergantung-gantung.” (An-Nisaa: 129)
3. Seorang lelaki yang menikah menanggung berbagai
kewajiban terhadap isteri dan anaknya termasuk nafkah. Seorang laki-laki yang
melakukan poligami memikul tambahan kewajiban nafkah dengan
sebab bertambah isterinya.
Nafkah adalah, apa yang
diwajibkan untuk isteri dan anak-anak yang berupa makanan, pakaian, tempat
tinggal, perawatan, dan sebainya dan nafkah bagi isteri ini hukumnya wajib
berdasarkan al-Quran, al-Sunnah dan Ijma’.
b. Fungsi Poligami Menurut Syari’at Islam
1.
Ada manusia yang kuat keinginannya untuk mempunyai keturunan, akan tetapi
mendapat isteri yang mandul. Lebih mulia suami menikah lagi untuk memperoleh
keturunan dengan tetap memelihara isteri yang pertama dan memenuhi hak-haknya.
2.
Ada juga di antara kaum lelaki yang kuat syahwatnya tetapi mendapat isteri yang
dingin keinginannya terhadap laki-laki kerana sakit atau masa haidnya terlalu
lama dan sebab-sebab lain. Lebih baik jika lelaki itu menikah dengan wanita
lain yang halal daripada menceraikan isteri pertama.
3.
Kaum wanita itu mempunyai tiga halangan yaitu haid, nifas dan keadaan yang
belum betul-betul sihat selepas melahirkan anak. Islam memperbolehkan
berpoligami untuk menyelamatkan suami daripada terjerumus ke jurang perzinaan.
4.
Selain itu jumlah wanita terbukti lebih banyak daripada jumlah lelaki, terutama
setelah terjadi peperangan yang memakan banyak korban dari kaum lelaki. Disini
terdapat kemaslahatan sosial dan kemaslahatan bagi kaum wanita itu sendiri,
yaitu untuk bernaung dalam sebuah rumah tangga, daripada usianya habis tanpa
merasakan merasakan cinta kasih danpemeliharaan, serta nikmatnya menjadi
seorang ibu.
Hal ini dijelaskan
dalam majalah Al mujtama no. 84 tanggal 24/4/1408 H : Bahwa jumlah wanita terus
naik sampai pada perbandingan angka 1:4 di Swedia, 1:5 di Uni soviet ada 1:6
dijepang pertambahan ini bukan hanya terjadi di Negara-negara Arab, misalnya di
sebagian propensi Cina mencapai 1:10 dan juga di sebagian di negara – negara
arab mencapai angka yang tidak jauh dari itu dan angka ini akan terus naik
menjadi 4 kali lipat sebelumnya. Di Afrika negeri muslim sendiri
perbandingannya mencapai 1:5 faktor berkurangnya angka leleki karena yang maju
di garis depan dalam menghadapi tantangan maut (perang) yang mengakibatkan
lebih banyak wanita di banding lelaki dan menambah problem negara hingga
diketahuilah tidak ada solusi paling halal dan aman selain ta’addud.
5.
Poligami diharapkan agar dapat menghindarkan perceraian kerana isteri mandul,
sakit atau sudah terlalu tua.
6.
Terdapat ramainya kaum telaki yang berhijrah pergi merantau untuk mencari
rezeki. Di perantauan, mereka mungkin kesepian ketika sihat atau pun sakit.
Lebih baik berpoligami daripada si suami mengadakan hubungan secara tidak sah
dengan wanita lain.
7.
Untuk menghindari kelahiran anak-anak yang tidak sah agar keturunan masyarakat
terpelihara dan tidak disia-siakan kehidupannya. Dengan demikian dapat pula
menjamin sifat kemuliaan umat Islam. Anak luar nikah mempunyai hukum yang
berbeda dari anak yang dari pernikahan yang sah. Jika gejala ini dibiarkan dan
tidak ditangani dengan hati-hati ia akan menghancurkan umat Islam dan merusak
fungsi pernikahan itu sendiri.
8.
Untuk memberi perlindungan dan penghormatan kepada kaum wanita daripada
keganasan serta kebuasan nafsu kaum lelaki yang tidak dapat menahan syahwatnya.
C. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam
ketentuan
pasal-pasal tentang poligami, sebagaimana diatur pada bab IX KHI, ternyata
syarat-syarat yang diberikan tidak hanya bersifat substansial tetapi juga
syarat-syarat formal. Pertama, pasal 55 yang memuat syarat
substansial dari pendapat poligami yang melekat pada seorang suami yaitu
terpenuhinya keadilan yang telah ditetapkan, bunyi dalam pasal 55:
(1)
Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat
isteri.
(2)
Syarat utaama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil
terhadap ister-isteri dan anak-anaknya.
(3)
Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami
dilarang beristeri dari seorang.
Syarat
ini adalah inti dari poligami, sebab dari sinilah munculnya ketidak sepakatan
dalam hukum akan adanya poligami. Dan dipertegas pula didalamnya bahwa apabila
keadilan tidak dapat dipenuhi maka seorang suami dilarang berpoligami. Kedua, pasal
56 yang berbunyi:
(1)
Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari
Pengadilan Agama.
(2)
Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata
cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun 1975.
(3)
Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin
dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 56 diatas
merupakan syarat-syarat formal poligami yang harus dijalani seorang suami.
Peraturan ini dibuat sebagai perlindungan hukum bagi pelaku poligami karena di
Indonesia adalah negara hukum sehingga segala urusan hubungan manusia maka
pelaksanaannya harus diketahui oleh instansi yang berwenang yaitu Pengadilan
Agama (PA). Ketiga, pasal 57, yang berbunyi:
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan
beristeri lebih dari seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 57 diatas
merupakan syarat-syarat substansial yang melekat pada seorang isteri yaitu
kondisi-kondisi nyata yang melingkupinya sehingga menjadi alasan logis bagi
seorang suami untuk berpoligami. Keempat, pasal 58 yang
berbunyi:
(1)
Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh
izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada
pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :
a.
adanya pesetujuan isteri;
b.
adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup ister-isteri dan
anak-anak mereka.
(2)
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara
tertulis atau denganlisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis,
persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang
Pengadilan Agama.
(3)
Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami
apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan
tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari
isteri atau isteri-isterinyasekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain
yang perlu mendapat penilaian Hakim.
Pasal 58 diatas
merupakan syarat-syarat formal yang diperankan seorang isteri sebagai respon
terhadap suami yang hendak memadu dirinya yang melibatkan instansi yang
berwenang. Aturan-aturan ini sebagai antisipasi untuk menjaga hubungan baik
dalam keluarga setelah berjalannya keluarga poligami. Kelima, pasal
59 yang berbunyi:
Dalam hal istri tidak
mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu
orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2)
dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tenyang pemberian izin setelah
memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan
Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding
atau kasasi.
Bunyi pasal 59 diatas
menjelaskan sikap Pengadilan Agama untuk bertindak dalam menghadapi perkara
poligami dari isteri yang saling mempertahankan pendapatnya. Dengan demikian
ketentuan poligami dalam KHI tidak bertentangan dengan ruh nash.
Namun
menurut hasil penelitian Ratna Batara Minti dan Hindun Anisah, ditemukan
permasalahan dalam praktek pembataan poligami melalui izin poligami. Ternyata
hakim pengadilan di pengadilan tetap mengizinkan suami untuk berpoligami
meskipun isterinya tidak mengizinkan. Dikatakan bahwa pada dasarnya persetujuan
isteri bukanlah sesuatu yang mutlak harus diperoleh. Jika isteri tidak mau
memberikan persetujuannya, namun hakim menemukan isteri tersebut ternyata tidak
mau atau tidak dapat melakukan kewajibannya, maka hakim berhak mengizinkan
suami untuk berpoligami, demi kemashlahatan. Bahkan menurut Mukti Arto, hakim
bisa saja mengabulkan permintaan suami untuk berpoligami, meski tidak ada
alasan apapun, karena isteri telah memberi persetujuannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Poligamai
adalah perkawinan yang banyak
atau lebih dari seorang, dan poligami itu sendiri adalah adalah syariat Islam yang
merupakan sunnah Rasulallah SAW.
Syarat-syarat
Poligami: 1. Kemampuan Melakukan Poligami 2. Berlaku Adil Terhadap Para
Isteri Dalam Pembahagian Giliran dan Nafkah 3. Seorang lelaki yang menikah
menanggung berbagai kewajiban terhadap isteri dan anaknya termasuk nafkah.
Seorang laki-laki yang melakukan poligami memikul tambahan kewajiban nafkah
dengan sebab bertambah isterinya.
Ternyata
salah satu fungsi poligami itu sendiri justru menguntungkan bagi keseimbangan
kehidupan sosial yang ada di dunia ini dikarnakan tidak berbanding seimbang
dengan kaum peria, yang mana kaum wanita lebih banyak dari kaum peria.
ketentuan
pasal-pasal tentang poligami, sebagaimana diatur pada bab IX KHI, ternyata
syarat-syarat yang diberikan tidak hanya bersifat substansial tetapi juga
syarat-syarat formal
B. Saran
surah An-Nisa: 3,
artinya:
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS An-Nisa,
ayat ke-3).
Posting Komentar untuk "Poligami Dalam Syariat & Kompilasi Hukum Islam"