Sistem hukum indonesia merupakan campuran dari sistem
hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama,
karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan
dan warisan[1].
Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah Nusantara. Selain itu sistem hukum bukan sekedar
campuran peraturan hukum adat, agama dan campuran sistem hukum eropa,
tetapi juga setiap peraturan itu harus saling berkaitan satu dengan yang
lainnya serta tidak boleh terjadi konflik. Sistem hukum di Indonesia seperti
halnya dalam sistem hukum positif lainnya terdiri atas subsistem pidana,
subsistem hukum perdata, subsistem hukum administrasi negara. Dengan demikian,
subsistem hukum itu pada hakikatnya mencakup semua peraturan hukum, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis[2].
B. Isu
Hukum
1. Penerapan hukum
campuran terhadap masyarakat.
2. Kaitan hukum campuran
terhadap jalannya peraturan hukum di Indonesia.
BAB II
PENERAPAN HUKUM CAMPURAN TERHADAP MASYRAKAT
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem
hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda.
Beberapa tahun belakangan ini, hukum Indonesia semakin parah
saja. Hukum seakan-akan bukan lagi dasar bagi bangsa Indonesia, rakyat
Indonesia seolah tak lagi takut pada hukum yang berlaku di negara ini.
Kebanyakan orang akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat
di “beli”, yang menang mereka yang mempunyai kekuasaan, yang punya uang banyak
pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara di langgar.
Ada pengakuan informal di masyarakat bahwa karena hukum dapat di
beli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan
hukum secara menyeluruh dan adil. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan
hukum, seperti mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau
rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam
penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di
negeri ini persis seperti yang dideskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring
laba – laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika
menjerat yang kaya dan kuat.[3]
Menurunnya kualitas sebagai negara hukum di Indonesia tidak
lepas dari lemahnya etika para profesional hukum. Menggejalanya perbuatan
profesional yang mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan yang
paling mendasar, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena
hubungan kerja dalam organisasi profesi, di samping sifat manusia yang
konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang
diberikan.
BAB III
KAITAN HUKUM CAMPURAN TERHADAP JALANNYA
PERATURAN DI INDONESIA
sistem hukum di Indonesia sebernarnya menganut campuran sistem
hukum dunia, Indonesia saat ini masih menganut campuran antara hukum adat,
hukum agama, serta sistem hukum eropa. Hal ini mungkin dapat dimaklumi
karena sistem hukum Indonesia menganut sebagian besar hukum peninggalan
Belanda. Indonesia yang notabene menjadi daerah atau wilayah “jajahan” Belanda
selama berabad-abad tentunya tidak bisa lepas dari sistem hukum yang
ditinggalkan Belanda sehingga sistem hukum Indonesia adalah campuran dari
sistem hukum agama, hukum adat, dan hukum Eropa yang lebih tepatnya hukum
Belanda. Selain itu, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam juga
tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari unsur “agama”. Oleh karena itu,
sistem hukum Indonesia sekarang juga erat kaitannya dengan hukum agama meskipun
tak menyerap seutuhnya dari hukum agama tersebut [4].
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang
berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari
Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Dan hukum islam juga tidak ketinggalan dalam mengatur
jalanya peraturan hukum di Indonesia seperti terbentuknya kitab kompilasi
hukum, begitu juga dengan hukum adat yang ada di Indonesia, Prof. Mr. Cornelius
van Vollenhoven, mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang tidak bersumber
pada peraturan-peraturan pemerintah Hindia Belanda atau alat-alat kekuasaan
lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda
dahulu. Adajuga yang mengatakan hukum adat adalah hukum yang hidup pada
masyarakat setepat (living law), dimana pendapat ini diperkuat oleh Prof.
Sacipto Rahardjo atau yang sering dikenal bapak hukum progresif.
Hukum adat merupakan sistem hukum tertua yang berlaku di dalam
suatu komunitas masyarakat adat, sehingga seorang filsuf Yunani yang bernama
Cicero pernah mengatakan bahwa ”Ibi Societas, Ibi Ius (Dimana ada
masyarakat maka disitu ada Hukum)”, hukum akan selalu hadir dan mengikuti
perkembangan kehidupan sosial masyarakatnya dan bukan sebaliknya masyarakat
yang mengikuti perkembangan hukum.
Salah satu bukti pemberberlakuan hukum adat di negri ini dengan
di tetapkannya TAP MPRS No.II/MPRS/1960, TAP MPR No.IV/MPR/1973, TAP MPR No.
II/MPR/1978, TAP MPR No/ II/MPR/199.[5]
BAB IV
PENUTUP
1.
A. Kesimpulan
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari
sistem hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem
yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda.
Belakangan rakyat Indonesia seakan memandang remeh terhadap hukum
di Indonesia, karna mereka menganggap hukum yang berlaku di Indonesia adalah
hukum yang bias, itu semua karna etika aparat penegak hukum sudah terkikis
kepada benda yang namanya uang, sehingga tidak heran sebagian rakyat Indonesia
mengatakan bahwa hukum bisa di beli.
Sistem hukum di Indonesia sebernarnya menganut campuran sistem
hukum dunia, Indonesia saat ini masih menganut campuran antara hukum adat,
hukum agama, serta sistem hukum eropa. Hal ini mungkin dapat dimaklumi
karena sistem hukum Indonesia menganut sebagian besar hukum peninggalan
Belanda. Indonesia yang notabene menjadi daerah atau wilayah “jajahan” Belanda
selama berabad-abad tentunya tidak bisa lepas dari sistem hukum yang
ditinggalkan Belanda sehingga sistem hukum Indonesia adalah campuran dari
sistem hukum agama, hukum adat, dan hukum Eropa yang lebih tepatnya hukum
Belanda. Selain itu, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam juga
tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari unsur “Agama”. Oleh karena itu,
sistem hukum Indonesia sekarang juga erat kaitannya dengan hukum agama meskipun
tak menyerap seutuhnya dari hukum agama tersebut.
1.
B. Saran
Hendak kepada semua calon maupun pengak hukum haruslah mempunyai
etika dan akhlak, sehingga keadilan di Indonesia sesuai dengan pancasila yang
di buat oleh bapak pendiri bangsa yaitu kemanusiaan yang adil dan berada
Posting Komentar untuk "Penerapan dan Kaitan Hukum Campuran di Indonesia dari Sistem Hukum Adat, Agama dan Sistem Hukum Eropa Terhdap Masyaraka"