HUKUM TRANSPORTASI PERDAGANGAN LAUT, DARAT DAN UDARA



Dalam kegiatan bisnis , pengankutan laut, darat dan udara di butuhkan dan sangat berperanannya sangat penting sekali, karena selain sebagai alat fisik yang membawa barang-barang dari produsen ke konsumen, juga sebagai alat penentu harga barang-barang tersebut. Di samping itu, jika di tinjau dari beberapa segi, pengangkutan banyak mempunyai manfaat, antara lain sebagai berikut ;


a. Dari kepentingan pengirim barang, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
b. Dari segi pengangkut barang, pengangkut mendapat keuntungan material sejumlah uang atau keuntuangan immaterial, berupa peningkatan kepercayaan masyarakat atau jasa angkutan yang di usahakan oleh pengangkut
c. Dari kepentingan penerima barang, penerima barang mendapat manfaat untuk kepentingan konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.


HUKUM TRANSPORTASI PERDAGANGAN LAUT, DARAT
DAN UDARA

Transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam bisnis nasional maupun internasional. Transportasi akan menjamin kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain.

A.     HUKUM TRANSPORTASI PERDAGANGAN LAUT

Hukum laut terdiri dari dua kata yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukun laut bersifat publik kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak dijumpai definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai pengangkutan laut.
“Setiap kegiatan pelayaran yang menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan untuk satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antara beberapa pelabuhan”. (Pasal 1 angka 1 PP No. 17 tahun 1988)

Berkaitan dengan pengaturan pengangkutan laut, pada awalnya hanya di atur dalam KUHD buku II, Bab V karena KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian di ganti dan di sempurnakan pada tanggal 17 september 1992 dengan UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran .

1. Sejarah perundang-undangan laut
Sejarah perundang-undangan laut dan peraian darat, sebagai yang telah di atur dalam buku kedua KUHD, di mulai sebelum berlakunya S. 1933-47 jis 38- dan 2 yang mulai berlaku pada 1 april 1938. Sebelum berlakunya undang-undang tersebut, perkembangan perundang-undangan pelayaran laut dan perairian mengikuti jalannya sejarah perundang-undangan tentang pelayaran laut dan darat di negeri belanda. Sebab menurut pasal 131 I.S.perundang-undangan hukum dagang itu selalu konkordansi dengan perundang-undangan di negeri belanda, sejarah perundang-undangan tersebut berhenti pada saat di undangkannya 1848-23, tgl 30 april 1847 yang mulai belaku pada 1 mei 1848. Staatbla tersebut berlaku di inonesia, yaitu kitab undang-undang hukum dagang (KUHD ).

2. Jenis- jenis Pengangkutan Laut

Ada empat macam pelayelenggaraan pengangkutan laut, baik menurut PP 17 tahun 1988 tentang penyelenggaraan Pengangkutan Laut maupun menurut UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran.

a.       Pelayaran Dalam Negeri

Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran dalam negeri merupakan kegitan angkutan laut antar pelabuhan di indonesia yang di lakukan secara tetap dan teratur dan/ atau dengan pelayaran yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan jenis kapal.
Selanjutnya, pasal 73 UU no. 21 tahun 1992 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayaran laut dalam negeri ini di lakukan dengan menggunakan kapal berbendera inonesia dan kapal berbendera asing yang di oprasikan oleh badan hukum indonesia slama keadaan tertentu dalam memenuhi persyaratkan yang di tetapkan oleh pemerintah.

b.      Pelayaran Rakyat

Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khusus untuk barang atau hewan antar pelabuhan di indonesia dengan menggunakan kapal layar motor sesuai dengan persyaratan di antaranya :
1. Dilakukan oleh perusahaan dalam salah satu badan usaha, termasuk    koprasi.
2. Memiliki unit usaha perahu layar atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 850 m3 isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai 100m3.

Sementara itu, pasal 77 UU No. 21 tahun 1992 mengatakan bahwa pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan peraiaran, mempunyai peranan yang penting dan karakteristik sendiri.
 c. Pelayaran Perintis
Menurut pasa 84 UU No. 21 1992 pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan yang menghubungkan daerah –daerah terpencil dan belum berkembang. Adapun sebagai penyelenggara adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis ini, PP No. 17 tahun 1988 menyatakan bahwa perlayaran perintis merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur.
d.    Pelayaran Luar Negeri
Pelayaran luar negeri merupakan pelayaran samudra sebagai kegiatan angkutan laut ke atau dari negeri yang di lakukan secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap dan tidak menggunakan semua jenis kapal (pasal 9 ayat (5) PP No. 17 tahun 1988). Pelayaran luar negeri ini, menurut UU No. 21 tahun 1992, dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang menurut UU No. 1 tahun 1985 berbentuk perseroan terbatas dan/atau perusahaan asing .
3. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut
a. Pengangkutan
Mengenai pengangkutan tidak di jumpai definisinya dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Namun, menurut HMN. Poerwosutjipto (1985 : 4), pengangkutan adalah orang yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan teretentu dengan selamat.
b. Pengiriman Barang
Pengirim belum tentu pemilik barang , sering kali dalam praktik pengirim adalah ekspiditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan. Pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang.
Karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu di buat oleh ekspeditur, yaitu sebagai berikut ;
a. Perjanjian yang di buat oleh ekspeditur dengan pengirim disebut dengan perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara ekpeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencari pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikat diri untuk membayar profesi kepada ekpeditur.
b. Perjanjian antara ekpeditur atas nama pengirim dengan pengangkut di sebut perjanjian pengangkutan.

Selain ekspeditur dan pengagkutan laut, di kenal pula pihak-pihak yang terkait lainya, yaitu sebagai berikut :

a.       Pengatur Muatan

Pengatur muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat di mana suatu barang harus di simpan dalam ruang kapal. Pengatur muatan ini merupakan perusahaan tersendiri dan mempunyai anak buah sendiri. Dengan demikian pengatur muatan terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal namun dalam melaksanakan tugasnya di kapal pengangkut, pengatur pengatur muatan harus tunduk pada aturan yang ada di kapal (pasal 321 KUHD).

b.      Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut

Per-Veem-An dan ekspeitur muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang biasa terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam praktik pengangkutan laut di indonesia. Kedua jenis perusahaan ini di atur bersamaan dalam PP No. 2 tahun 1969 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut. Menurut pasal 1 PP no. 2 tahun 1969 yang di maksud dengan Per-Veem-An adalah “usaha yang ditujukan kepada penumpang dan penumpukan barang-barang yang dilakukan dengan mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana di kerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang di perlukan perdagangan dan pelayaran.”

c.       Penerima

Kedudukan penerima dalam pengangkutan barang adalah sebagai pihak yang menerima barang –barang, yang tercantum dalam konosemen. Kedudukan ini timbul karena sebagimana yang telah kemukakan bahwa kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang yang di angkut kepada penerima.
Dalam hal ini, mengenai penerima ada dua kemungkinan yaitu sebagai berikut :
1. Penerima adalah juga pengirim barang
2. Penerima adalah orang lain yang di tunjuk
4. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut Kapal

Pada pengangkutan melalui laut, kapal merupakan faktor yang mutlak harus ada karena berfungsi sebgai alat pengangkut.
Menurut pasal 1 sub 2 UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran, yang dimaksud dengan kapal adalah : “ kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau kuda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah”.

a. Pelabuhan
Menurut sub 1 pasal 4 UU No. 21 tahun 1992 pelabuhan adalah :
“tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan ekonomi yang dipergunakan sebgai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau pelayaran dan kegiatan penunjuang serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi”.
Sementara itu mengenai jenis-jenis pelabuhan di bedakan menjadi dua jenis, yaitu pelabuha umum dan khusus. Pelabuhan umum di guanakan untuk kepentiangan masyarakat umum, sedangkan pelabuahan umum digunakan untuk kepentiangan-kepentiangan sendiri guana menunjang kegiatan tertentu.

b. Prasarana Pelayaran
Dalam rangka menunjang kelancaran arus barang serta kelancaran dalam pelaksanaan bongkar muat dari dan/atau ke kapal pelabuhan di perlukan adanya sarana pelabuhan seperti ;
1. Peraiaran pelabuhan, tempat-tempat kapal berlabuh agar dapat melakukan pekerjaan dengan aman.
2. Jembatan pendarat dan dermaga yang cukup kuat
3. Pelampung-pelampung – untuk kapal-kapal terlambat
4. Gudang dan lapangan tempat barang-barang yang akan di muat ke dalam kapal dan di bongkar dari dalam kapal.
5. Pandu-pandu (pilot) untuk memandu kapal dan menjaga keselamatanya sewaktu memasuki atau meninggalkan pelabuahan.
6. Kapal-kapal tarik (tugboat) untuk menari kapal-kapal sewaktu memasuki atau meninggalkan pelabuhan
7. Peralatan bongkar muat di pelabhan
8. Pekerja/buruh yang cukup tersedia
9. Alat-alat telekomunikasi digunakan untuk hubungan intern, lokal, dan hubungan internasional yang cukup tersedia dan dapat di gunakan dengan baik .

5. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Laut

Dalam hal pengangkutan laut yang berkedudukan sebagai pengangkut adalah pemilik kapal, sedangkan nahkoda dan anak buah kapal berkedudukan sebagai buruh (pekerja) atau orang yang dipekerjakan oleh pemilik kapal, sesuai dengan ketentuan pasal 321 KUHD, nahkoda dan anak buah kapal hanya bertanggung jawab kepada pemilik kapal selaku majikannya. Pasal 321 KUHD berbunyi sebagai berikut :
1. Pengusaha kapal terikat oleh perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh mereka yang dalam dinas tetap atau sementara dari kapal itu dari dalam pekerjaanya dalam lingkungan kewenangan.
2. Ia bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimpakan pada pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum dari mereka yang dalam dinas tetap atau sementara pada kapal karena jabatanya atau karena melaksanakan kegiatannya di kapal melakukan untuk kapal atau muatan.

B. HUKUM TRANSPORTASI DARAT

1. Masalah Pengangkutan
Transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam bisnis nasional maupun internasional. Transportasi akan menjamin kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain .
Pasal 506 ayat 1 KUHD mendefinisikan bill of lading atau konsemen sebagai suatu surat yang bertanggal dalam mana si pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untuk diangkutnya ke suatu tujuan tertentu dan menyerahkanya di situ kepada seseorang tertentu, begitupula menerangkan dengan syarat-syarat apakah barang-barang itu akan diserahkan. Dari ketentuan pasal tersebut fungsi dari B/L yaitu:
1. sebagai surat bukti perjanjian pengangkutan.
2. sebagai surat bukti penerimaan barang
3. sebagai bukti pemilikan barang (document of title)

JENIS-JENIS BILL OF LADING
1. negotiable B/L (original B/L) dan non negotiable B/L.
2. on board B/L & receipt B/L.
3. clean and foul B/L.
4. long form and short form B/L.
5. combined transport B/L (multimodal B/L) & single modal B/L.
6. express B/L.
7. stale B/L.
8. swicht B/L.
9. third party B/L.
10. ocean B/L & house B/L.
11. chartered B/L.
12. way bill and forwarder cargo receipt (FCR).
13. air way bill (AWB).
14. FIATA bill of lading (FBL).

Cara Peralihan B/L
B/L dapat diterbitkan sebagai atas nama (op naam), atas pengganti (aan order) maupun atas tunjuk (aan toonder) sebagaimana diatur dalam pasal 506 ayat 2 KUHD. Fungsinya untuk menunjukan bagaimana B/L tersebut harus diperalihkan.
Lebih lanjut pasal 508 KUHD B/L atas pengganti diperalihkan dengan endosemen dan penyerahan suratnya. Pasal ini tidak mengatur bagaimana cara peralihan B/L atas nama dan atas tunjuk. Untuk itu kita dapat melihat ketentuan pasal 613 KUH Perdata, dimana peralihan B/L atas nama dapat dilakukan dengan akte van cessie, dan B/L atas tunjuk dengan peralihan dari tangan ketangan yang disertai dengan endorsemen .

The Haque –Visby Rules
Walaupun belum berlaku secara universal, the haque-visby rules merupakan aturan-aturan yang diadakan untuk menyeimbangkan kepentingan perusahaan ekspedisi (shipper) dan perusahaan perkapalan dan memberikan kepastian bagi pemilik barang (consignee). Peraturan ini dikeluarkan karena ada kebutuhan-kebutuhan akan aturan yang dapat diterima secara internasional sebagai antisipasi atas adanya beberapa perusahaan perkapalan memasukan klausul mereka sendiri di dalam kontrak pengangkutan dan memperkecil hak-hak dari perusahaan ekspedisi.
Tiga Kewajibnan Utama Perusahaan Perkapalan
1. mengusahakan kapalnya layak kerja.
2. mempunyai awak, peralatan dan supply yang layak.
3. mengusahakn kapal tersebut cocok dan aman untuk membawa dan memelihara kargo. Disamping itu carrier juga wajib untuk secara layak dan berhati-hati memuat, memelihara dan membongkar kargo.

The Hamburg Rules
Karena adanya ketidaksepakatan atas hal-hal yang diatur oleh the haque-visby rules yang lebih banyak melindungi shipper dan pemilik barang maka diadakanlah the hamburg rule yang ditetapkana pada tahun 1978 di Hamburg. Dalam hamburg rules beban pembuktian berada pada pihak carrier.

C. HUKUM TRANSPORTASI PENGANGKUTAN BARANG MELALUI UDARA
Aturan internasional yang mengaur mengenai pengangkutan melalui udara adalah:
1. Warsaw convetion (original) 1929
Dalam Warsaw convention, dokumen angkutannya disebut air consignment note (ACN) yang bukan merupakan document of title . ACN ditandatangani carrier setelah barang diterima. ACN tediri dari tiga bagian yaitu:
a. first part, untuk carrier.
b. Seccond part, untuk consignee (penerima barang)
c. Third part, untuk consignor (pengirim)
2. Warsaw convention yang diamandemen tahun 1955
Dalam Warsaw convention yang diamandemen, dokumen angkutannya disebut air way bill (AWB). Air way bill ini cukup memuat point keberangkatan dan destinasi. Kontrak angkutan udara dapat dilakukan meelalui Warsaw convention yang pertama atau yang telah diamandemen.
3. non-convention carriage

Dokumen Angkutan Udara
Jika suatu kredit mensyaratkan suatu dokumen angkutan udara, kecuali apabila ditentukan lain di dalam kredit, bank akan menerima suatu dokumen yang secara nyata menunjukan nama pengangkut (carrier) dan ditandatangani. Demikian pula dengan dokumen yang disahkan oleh pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama pengangkut (carrier).
Tandatangan atau pengesahan pengangkut (carrier), harus ddiberi tanda sebagai pengangkut (carrier). Agen yang menandatangani atau mengesahkan untuk pengangkut (carrier), harus pula menyebutkan nama dan jabatan dari pihak tersebut, missal pengangkut (carrier), atas nama siapa agen tersebut bertindak. Selain itu dokumen pengangkutan udara tersebut menunjukan bahwa barang-barang sudah diterima untuk diangkut.
Dalam pengangkutan udara juga dikenal istialah “transhipment” yang berarti pembongkaran dan pemuatan kembali dari satu kapal ke kapal terbang yang lain selama dalam proses angkutan dari pelabuhan udara pemberangkatan ke pelabuhan udara tujuan sebagaimana ditentukan dalam kredit.
Walaupun kredit melarang transhipment, bank akan menerima dokumen angkutan udara yang menunjukan bahwa transhipment akan atau mungkin terjadi, selama keseluruhan pengangkutan dicakup dalam satu dokumen angkutan udara yang sam.

Yang Dapat Diterima Bank
Dalam pasal 27 UCP 500 diatur mengenai ciri-ciri dokumen angkutan udara, dan pada pasal 28 UCP 500 juga diatur mengenai angkutan darat, kereta api atau jalan air dan dokumen lainnya yang dapat diterima oleh bank. Dokumen lainnya ini yang dapat iterima oleh bank ini menyangkut dokumen angkutan pos dan kurir terdapat di dalam pasal 29 UCP 500 dan dokumen angkutan lainnya yang diterbitkan oleh freight forwarder terdapat pada pasal 30 UCP 500. selain itu UCP 500 juga mengatur mengenai klausula “on deck”, “shipper’s load and count”, pada pasal 31, yang terdapat dalam dokumen pengangkutan modal transport.
Selanjutnya dalam pasal 32 UCP 500 diatur dokumen angkutan yang tidak cacat, dan dalam pasal 33 UCP 500 mengenai uang tambang yang dibayar dimuka atau dokumen yang dapat dibayarkan.
Dokumen Angkutan Jalan, Kereta Api Atau Air
Jika suatu kredit mensyaratkan suatu dokumen angkutan jalan, kreta api atau jalan air, kecuali apabila ditentukan lain di dalam kredit, bank akan menerima suatu dokumen dari jenis yang disyaratkan yang secara nyata menunjukan nama pengangkut (carrier) yang ditandatangani atau disahkan oleh si pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama pengangkut (carrier) dan atau mencantumkan suatu cap penerimaan atau petunjuk penerimaan lainnya oleh pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama pengangkut .
Tanda tangan, pengesahan, cap penerimaan atau petunjuk lainnya dari pengangkut (carrier), harus diberi tanda sebagai pengangkut (carrier). Seorang agen yang menandatangani atau mengesahkan untuk kepentingan pengangkut (carrier), harus pula menyebutkan nama dan jabatan pihak tersebut, missal pengangkut atas nama siapa wakil tersebut bertindak.
Dalam dokumen pengangkutan darat, kereta api atau jalan air, “transhipment” berarti pembongkaran dan pemuatan kembali dari satu alat angkut ke alat angkut yang lain, dalam cara jenis angkutan yang berbeda, selamaperjalanan pengangkutan dari tempat pengapalan ke tempat tujuan yang ditentukan dalam kredit.
Seperti halnya jenis angkutan lain, walaupun kredit melarang transhipment, bank akan menerima angkutan jalan, kereta api atau jalan air yang menunjukan bahwa transhipment akan atau mungkin terjadi, asal saja keseluruhan angkutan dicakup dalam satu dokumen angkutan yang sama dan dalam jenis angkutan yang sama .

Courir Dan Post Receipts
Jika kredit mensyaratkan suatu tanda terima pos (post receipts) atau certificate of posting, kecua;li apabila ditentukan lain di dalam kredit bank akan menerima, suatu tanda terima pos atau sertificate of posting yang secara nyata telah dibubuhi cap atau disahkan dan diberi tanggal di tempat dari mana kredit menyebutkan barang tersebut dikapalkan atau dikirimkan dan tanggal tersebut akan dianggap sebagai tanggal pengapalan atau pengiriman, dan dalam semua hal memenuhi ketentuan kredit.
Jika suatu kredit mensyaratkan suatu dokumen yang diterbitkan oleh perusahaan kurir atau jasa pengangkutan cepat yang membuktikan penerimaan barang untuk pengiriman, kecuali ditentukan lain dalam kredit, bank akan menerima suatu dokumen, yang secara nyata menunjukan nama perusahaan kurir atau jasa, dan diberi cap, ditandatangani atau disahkan oleh perusahaan kurir atau jasa yang ditentukan (kecuali jika kredit secara khusus mensyaratkan suatu dokumen yang diterbitkan oleh perusahaan jasa atau servis yang ditentukan, bank akan menerima dokumen yang diterbitkan oleh perusahaan kurir atau jasa manapun) .
Selain itu dokumen ini menunjukan suatu tanggal pengambilan atau tanggal penerimaan atau kata yang memiliki arti serupa, dan tanggal demikian akan dianggap sebagai tanggal pengapalan atau pengiriman, dan dalam semua hal lain memenuhi ketentuan kredit.

Freight Forwarder
Bank hanya akan menerima dokumen yang diterbitkan oleh freight forwarder jika dokumen tersebut nyata-nyata menunjukan nama freight forwarder sebagai suatu pengangkut (carrier) atau pengelola pengangkutan multimodal. Dokumen ini ditandatangani atau disahkan oleh freight forwarder sebagai pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal.
Bank juga akan menerima dokumen menunjukan nama pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal dan ditanda tangani dan disahkan oleh freight forwarder tersebut sebagai agen yang ditunjuk untuk atau atas nama pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal .

Klausa “on deck”, “shipper’s load and count”
Bank akan menerima suatu dokumen angkutan yang tidak menunjukan, dalam hal angkutan laut atau lebih dari satu alat angkut (modal transport) termasuk angkutan melalui laut, bahwa barang-barang tersebut dimuat atau akan dimuat diatas geladak. Meskipun demikian, bank akan menerima dokumen angkutan yang berisikan catatan bahwa barang-barang tersebut boleh diangkut di atas geladak, asal saja dokumen tersebut tidak secara khusus menyebutkan bahwa barang-barang tersebut dimuat atau akan dimuat di atas geladak .
Demikian juga dokumen yang memiliki klausula seperti “shipper’s load and count” atau “said by shipper to contain” atau kata-kata yang memiliki akibat serupa, serta dokumen yang menunjukan bahwa pengirim barang merupakan pihak lain yang bukan beneficiary kredit tersebut.

Dokumen Angkutan Yang Tidak Cacat
Clean transport document (dokumen angkutan yang tidak cacat) adalah dokumen yang tidak mencantumkan klausula atau catatan yang menyatakan secara jelas kondisi barang atau kemasan yang cacat.
Bank akan menolak dokumen angkutan yang memuat klausula atau catatan dimaksud kecuali kredit secara jelass menyatakan klausula atau catatan yang dimaksud dapat diterima. Demikian pula bank akan menganggap suatu persyaratan dalam suatu kredi yang mengharuskan dokumen angkutan mencantumkan klausula “clean on board” telah terpenuhi apabila dokumen angkutan tersebut memenuhi persyaratan mengenai clean transport document yang diatur dalam pasal 32 UCP500 ini. Selain itu juga harus memenuhi peraturan sebagaimana diatur dalam pasal 23 (mengenai marine/ocean bill of lading), pasal 24 (non negotiable sea way bill), pasal 25 (charter party bill of lading), pasal 26 (multimodal transport), pasal 27 (dokumen angkutan udara), pasal 28 (dokumen angkutan jalan, kereta api atau jalan air), serta pasal 30 (dokumen yang diterbitkan freight forwarder).


Posting Komentar untuk "HUKUM TRANSPORTASI PERDAGANGAN LAUT, DARAT DAN UDARA"