Hukum Perdata Bisnis Islam




           Hukum adalah : seperangkat peraturan-peraturan yangdibuat oleh yang berwenang (Negara) dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa, serta mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya.



           Hukum Perdata adalah : hukum yang bertujuan menjamin adanya kepastian di dalam hubungan antara orang yang satu dengan yang lain, kedua-duanya sebagai anggota masyarakat dan benda dalam masyarakat. Dalam terminologi Islam, istilah perdata ini sepadan dengan pengertian mu’amalah.
           Hukum Perdata Islam : adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf dalam hal perdata/mu’amalah yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam ( di Indonesia ).
           Menurut Muhammad Daud, Hukum Perdata Islam adalah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan.

B.     Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam Di Indonesia
           Hukum perdata Islam atau yang biasa disebut fiqh mu’amalah dalam pengertian umum adalah norma hukum yang memuat ( Zainuddin Ali, 2007:1 ) :
1.       Munakahat, hukum perkawinan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan perceraian serta akibat-akibat hukumnya.
2.       Warisan atau farid, hukum kewarisan yang mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, harta warisan, serta pembagian harta warisan.
     Selain pengertian umum di atas, fiqh mu’amalah dalam pengertian khusus adalah mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, persyarikatan ( kerja bagi hasil ), pengalihan hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi.
            Ruang lingkup hukum perdata  Islam (Komaruddin Hidayat, 2000:19) adalah sebagai berikut :
1.       Munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat – akibatnya.
2.       Wirasah, mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta harta peninggalan warisan. Hukum kewarisan Islam ini juga disebut faraid.
3.       Adapun hukum publik ( Islam ) adalah jinayat yang memuat aturan-aturan yang mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalan jarimah ta’zir.
4.       Mukhassamat, mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
5.       Al ahkam al-sulthaniyah, membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya.
6.       Siyar  mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain.
Dam hukum Islam dibidang mu’amalah tidak dibedakan antara hukum privat ( perdata ) dengan hukum publik, hal ini disebabkan karena menurut sistem hukum  Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik terdapat segi-segi perdatanya. Dalam hukum Islam dibidang mu’amalah tidak membedakan dengan tajam antara hukum publik dan hukum perdata, namun sebenarnya ruang lingkup hukum Islam sangat luas, karena mencakup berbagai kehidupan masyarakat. Berikut ini ruang lingkup hokum Islam di bidang mu’amalah adalah sebagai berikut :
1.       Hukum Personal / Keluarga
      Keluarga adalah kesatuan terkecil dari masyarakat yang anggotanya terikat secara bathiniyah karena pertalian darah dan pertalian perkawinan. Ikatan itu memberikan kedudukan tertentu kepada masing-masing anggota keluarga hak dan kewajiban, tanggung jawab bersama serta saling mengharapkan. Kedudukan keluarga sangat penting dalam ajaran hukum  Islam, maka pembentukkannya harus dilakukannya menurut jalan dan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu melalui perkawinan. Perkawinan adalah suatu lembaga  hukum  yang mengatur dan mensyahkan hidup bersama antara pria dan wanita yang diikat dengan akad dan ijab hukum perkawinan.
a.     Hukum Perkawinan
        Perkawinan termasuk mu’amalat, dan kaidah dasar mu’amalat adalah ibahah. Oleh karena itu, asal hukum melakukan perkawinan dilihat kategori hukum Islam ( Komaruddin, 2000:81-82 ) adalah sebagai berikut :
·         Ibahah, ja’iz atau kebolehan. Ini bisa berubah atau beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, haram tergantung ilatnya. Ilat yaitu penyebab ada atau tidak adanya ( kaidah ) hukum dimaksud pada suatu benda atau perbuatan.
·         Sunnah, dari segi pertumbuhan jasmani keinginan berumah tangga, kesiapan mental dan siap membiayai kebutuhan rumah tangga telah benar-benar ada pada orang yang bersangkutan.
·         Wajib, jika seseorang telah matang ( sangat berkeinginan ) untuk berumah tangga baik jasmani maupun rohaninya, mampu membiayai kehidupan rumah tangga dan supaya tidak terjerumus dalam perbuatan zina.
·         Makruh kalau dilakukan seseorang yang belum siap jasmani maupun mental serta membiayai rumah tangganya.
·         Haram, kalau melanggar larangan-larangan perkawinan atau tidak mampu menghidupi keluarganya.
b.1.  Hukum Waris
              Hukum waris adalah ketentuan yang datang dari Allah, manusia tidak berhak mengubah ketentuan – ketentuan dalam hukum waris Islam, misalnya mengenai siapa saja yang menjadi ahli waris, dan berapa bagian masing-masing ( Ahmad Azhar Basyir, 2009:63 )
b.2.  Ketentuan Para Ahli Waris
              Orang yang boleh ( mungkin ) mendapat warisan dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan ( Sulaiman Rasjid, 2009:349-350 ), yaitu :
b.2.1.  Dari Pihak Laki-laki
           a.   Anak laki-laki
           b.   Anak laki-laki dari anak laki-laki ( cucu laki-laki ) dari pihak anak laki-laki dan terus ke bawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.
           c.   Bapak
           d.   Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas, pertaliaan yang belum putus dari pihak bapak.
           e.   Saudara laki-laki seibu sebapak
           f.    Saudara laki-laki sebapak saja.
           g.   Saudara laki-laki seibu saja.
           h.   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu dan sebapak.
           i.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
           j.    Saudara laki-laki bapak ( paman ) dari pihak bapak yang seibu dan sebapak.
           k.   Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
           l.    Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki ( paman ) yang seibu sebapak.
           m.  Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki ( paman )yang sebapak saja.
           n.   Suami.
           o.   Anak laki-laki yang memerdekannya ( mayat ).
                 Jika 15 orang tersebut ada semua, yang mendapat harta warisan dari mereka itu hanya 3 orang saja, yaitu  :                                          (1)  bapak
                                                               (2)  anak laki-laki
                                                               (3)  suami
      b.2.2.  Dari Pihak Perempuan
                 a.   Anak perempuan
                 b.   Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asalkan pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
                 c.   Ibu
                 d.   Ibu dari bapak
                 e.   Ibu dari laki-laki terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki
                 f.    Saudara perempuan yang seibu sebapak.
                 g.   Saudara perempuan yang sebapak.
                 h.   Saudara perempuan yang seibu.
                 i.    Istri.
                 j.    Perempuan yang memerdekannya.
                 Jika 10 orang di atas ada semua, maka yang mendapat harta warisan dari mereka itu hanya 4 orang saja, yaitu                                          :    (1)  Istri
                                                               (2)  Anak perempuan
                                                               (3)  Anak perempuan dari anak laki-laki
                                                               (4)  Ibu


Posting Komentar untuk "Hukum Perdata Bisnis Islam"