ZAKAT DAN PERATURAN
PERPAJAKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Zakat merupakan kewajiban yang diberikan Allah SWT. Kepada kaum
muslimin yang wajib dilaksanakan bagi mereka yang sudah dianggap cukup
syaratnya seperti halnya sholat, puasa dan haji, dan zakat juga berfungsi
sebagai sarana memberantas kemiskinan.
Sedang zakat terdiri dari:
1.
Zakat Mall
2.
Zakat Penghasilan dll
begitu halnya dengan pajak yang terdiri dari :
1.
Pajak bumi dan
bangunan (PBB)
2.
Pajak
penghasilan dan lain-lain yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya untuk
menambah penghasilan dan pembangunan suatu Negara demi kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Yang mana zakat dan pajak telah diatur oleh pemerintah
pada UU dan UUD.
BAB II
ZAKAT DAN PERATURAN PERPAJAKAN
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Zakat berarti
“tumbuh dan bertambah”. juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur dan
berkembang maju. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita selaku umat muslim
telah diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, seperti firman Allah
Swt : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul,
supaya kamu diberi rahmat“. (Surat An Nur 24 : 56).
Dalam ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa orang yang mentaati
perintah allah khususnya dalam menunaikan zakat niscaya Allah akan memberikan
rahmat kepada kita dan akan dikembalikannya kita kepada kesucian/kembali fitrah
seperti bayi yang baru dilahirkan ke alam muka bumi ini atau seperti kertas
puti9h yang belum ada coretan-coretan yang dapat mengotori kertas tersebut,
seperti firman-Nya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu bersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi maha Mengetahui “. (Surat At Taubah 9 : 103).
1.
a. SYARAT-SYARAT
WAJIB UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT
Islam; Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam
saja.
Merdeka; Hamba sahaya
tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat fitrah, sedangkan tuannya wajib
mengeluarkannya. Di masa sekarang persoalan hamba sahaya tidak ada lagi.
Bagaimanapun syarat merdeka tetap harus dicantumkan sebagai salah satu syarat
wajib mengeluarkan zakat karena persoalan hamba sahaya ini merupakan salah satu
syarat yang tetap ada.
Milik Sepenuhnya; Harta
yang akan dizakati hendaknya milik sepenuhnya seorang yang beragama Islam dan
harus merdeka. Bagi harta yang bekerjasama antara orang Islam dengan orang
bukan Islam, maka hanya harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya.
Cukup Haul; cukup
haul maksudnya harta tersebut dimiliki genap setahun, selama 354 hari menurut
tanggalan hijrah atau 365 hari menurut tanggalan mashehi.
cukup Nisab; Nisab
adalah nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kebanyakan
standar zakat harta (mal) menggunakan nilai harga emas saat ini, jumlahnya
sebanyak 85 gram. Nilai emas dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat uang
simpanan, emas, saham, perniagaan, pendapatan dan uang dana pensiun.
1.
b. MACAM-MACAM
ZAKAT
– ZAKAT MAAL (HARTA)
Bagi harta yang disandarkan zakatnya pada emas, zakat yang harus
dikeluarkan sebanyak 2,5 % dari harta yang wajib dizakati (tidak termasuk zakat
binatang ternak dan biji-bijian yang mempunyai nilai zakatnya tersendiri).
– ZAKAT UANG SIMPANAN
Banyak urusan bisnis yang menggunakan mata uang sebagai alat
pertukarannya, Setiap negara mempunyai nilai mata uangnya sendiri yang
disandarkan kepada nilai tukar emas. DALIL WAJIB ZAKAT UANG SIMPANAN “Saiidina
Ali telah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: Apabila kamu mempunyai (uang
simpanan) 200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun) diwajbkan zakatnya 5
dirham, dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunyai
20 dinar dan telah cukup haulnya diwajibkan zakatnya setengah dinar. Demikian
juga kadarnya jika nilainya bertambah dan tidak diwajibkan zakat dalam sesuatu
harta kecuali genap setahun”. (HR Abu Daud)
1.
B. Pengertian
Pajak Dan Macam-macam Pajak
2.
a. Pengertian
Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas
jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum.
Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib
yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
1.
b. Macam-macam
Pajak
1.
1. Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).
Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang atau badan
yang mempunyai hak atau manfaat atas bumi atau memiliki/menguasai/memperoleh
manfaat atas bangunan.
2.
2. Pajak
langsung. Pajak Langsung
adalah Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak bisa
dilimpahkan kepada Wajib Pajak lainnya. Contoh, pajak langsung, yaitu pajak
penghasilan dan pajak bumi dan bangunan. Pajak ini langsung terkait dengan
penghasilan Wajib Pajak ataupun Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Wajib Pajak.
3.
3. Pajak
penghasilan. Pajak Penghasilan
adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan,
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun
pajak. Pemungutan pajak ini diatur oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun
1984, yang keberadaannya menggantikan Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944.
Perubahan mendasar Undang-Undang yang baru ini dibandingkan sebelumnya adalah
sistem pemungutan yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab lebih besar
kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya jumlah pajak yang terutang (prinsip self assesment).
4.
4. Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Berbeda dengan PPN, PPnBM hanya dipungut sekali pada saat
barang mewah diserahkan atau dijual oleh pabrikan yang menghasilkan barang
tersebut.
5.
5. Pajak
Pertambahan Nilai (PPn).
PPn adalah Pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi pada proses
produksi atau distribusi. Pajak ini bisa dipungut berkali-kali (multistage).
PPN ini diatur oleh Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984.
6.
6. pajak
progresif. Pajak Progresif
adalah Pajak yang besar tarifhya semakin meningkat seiring dengan semakin
besarnya dasar pengenaan pajak. Misalnya, Pajak Penghasilan.
7.
7. Pajak
subjektif. Pajak Subjektif
adalah Pajak yang pemungutannya didasarkan pada diri orangnya ata subjeknya.
Contoh Pajak Penghasilan. Keadaan ekonomi seseorang sangat berpengaruh terhadap
besar kecilnya pajak yang harus dibayar karena daya pikul pajak diukur sesuai
dengan keadaan diri wajib Pajak, misalnya berkeluarga atau tidak, jumlah anak
atau keluarga yang menjadi tanggungan.
8.
8. Pajak
tidak langsung. Pajak tidak langsung
adalah Pajak yang bisa dialihkan ke pihak lain. Misalnya, Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Barang. Sasaran dari pajak tidak langsung sebenarnya
konsumen, sedangkan pengusaha kena pajak hanya bertindak sebagai pemungut
pajak. Akan tetapi, adakalanya pihak pengusaha tidak mau bertindak sebagai
pemungut pajak, namun karena diwajibkan, pengusaha menggantikan pajak tadi
dengan menekan ongkos produksi sehingga sama dengan jumlah pajak yang dipungut.
Ini berarti pengusaha menekankan keuntungan yang diperolehnya. Pengusaha
seperti termasuk langka karena pajak lebih banyak dikenakan pada konsumen.
9.
C. Hukum
Pajak Dalam Islam
Pajak dalam tidak diperbolehkan dipungut dari kaum muslimin di
karnakan kaum muslimin telah dikenakan wajib zakat, seperti hadits yang
diriwayatkan dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, bahwa dia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ
“Tidak ada kewajiban dalam harta kecuali zakat. ”
(HR Ibnu Majah ).
Namun jika datang kondisi yang menuntut adanya keperluan
tambahan (darurat), maka akan ada kewajiban tambahan lain berupa pajak
(dharibah). Pendapat ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Qadhi Abu Bakar Ibnu
al-Arabi, Imam Malik, Imam Qurtubi, Imam asy-Syathibi, Mahmud Syaltut, dan
lain-lain. (Lihat Al-Fatawa Al-Kubra, Syaikh Mahmud Syaltut hal.116-118 cetakan
Al-Azhar). Diperbolehkannya memungut pajak menurut para ulama tersebut di atas,
alasan utamanya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat, karena dana
pemerintah tidak mencukupi untuk membiayai berbagai “pengeluaran”, yang jika
pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul kemadharatan. Sedangkan
mencegah kemudaratan adalah juga suatu kewajiban. Sebagaimana kaidah ushul
fiqh: Ma layatimmu al-wajibu illa bihi fahuwa wajibun (Suatu kewajiban jika
tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib
1. D. Zakat Dan Peraturan
Perpajakan
Ditjen Pajak menuturkan relevansi zakat dalam pembangunan saat
ini adalah dapat menjadi instrumen kesejahteraan sosial. “Berdasarkan fungsi,
diantara fungsi pajak adalah untuk membiayai pemerintahan yang mempunyai tugas
mengentaskan kemiskinan yang merupakan salah satu fungsi dari zakat meskipun
sampai dengan saat ini zakat belum menjadi sumber penerimaan negara,” ungkap
Direktorat Peraturan Perpajakan II Dasto Klesdyanto, dalam acara Seminar
Nasional Pajak & Zakat “Relevansinya Terhadap Pembangunan dan Kesejahteraan
Rakyat” di Jakarta, Sabtu (21/5/2011).
Lebih lanjut Dasto menuturkan ada beberapa hal yang telah diatur
terkait dengan zakat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut
yaitu zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Serta yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak dikecualikan dari objek pajak sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha,pekerjaan,kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan.
Selain itu, zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat mengurangi
Penghasilan Kena Pajak.
Seperti dikemukakan dalam UU No.38/1999 tentang pengelolaan
Zakat bab IV pasal 14 ayat (3) bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada badan
amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa
kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Lalu dalam UU No.17 tahun 2000 tetntang Perubahan ketiga ata UU
No 7 tahun 1983 yaitu pajak penghasilan pada pasal (9) ayat (1) dikemukakan
bahwa untuk menetukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetapi tidak boleh dkurangkan harta yang dihibahkan,
bantuan atau sumbangan.
BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Pajak dalam tidak diperbolehkan dipungut dari kaum muslimin di
karnakan kaum muslimin telah dikenakan wajib zakat, tapi Diperbolehkannya
memungut pajak menurut para ulama tersebut di atas, alasan utamanya adalah
untuk mewujudkan kemaslahatan umat, karena dana pemerintah tidak mencukupi
untuk membiayai berbagai “pengeluaran”, yang jika pengeluaran itu tidak
dibiayai, maka akan timbul kemadharatan. Sedangkan mencegah kemudaratan adalah
juga suatu kewajiban.
“Berdasarkan fungsi, diantara fungsi pajak adalah untuk
membiayai pemerintahan yang mempunyai tugas mengentaskan kemiskinan yang
merupakan salah satu fungsi dari zakat meskipun sampai dengan saat ini zakat
belum menjadi sumber penerimaan negara,”
1. B. Saran
Bagi pemerintah dalam penyaluran pajak dan zakat hendaklah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memang bener-benar dapat membuat
kemakmuran bagi rakyat sehingga tercipta Negara yang tentram, damai dan dapat
mengurangi penyakit kemiskinan yang terjadi di Negara ini.
Posting Komentar untuk "Zakat dan Peraturan Perpajakan"