Filsafat Empirisme
BAB I
PENDAHULUAN
Ada orang yang berkata,
bahwa orang harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yang disebut filsafat itu.
Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia tahu, bahwa ia
berfilsafat? Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa
filsafat itu, akan tetapi sebenarnya tidak berfilsafat, jadi kelirulah ia dan
dengan sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu.
Tak dapat dipungkiri,
zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan kemudian
dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran,
yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme,
Evolusionisme, Materalisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup,
Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme. Namun didalam pembahasan kali
ini yang akan dibahas aliran Empirisme (Francius Bacon, Thomas Hobbes. John
lecke David Hume).
Filsafat pada zaman
modern lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran kaum agamawan
di zaman skolastik. Salah satu orang yang berjasa dalam membangun landasan
pemikiran baru di dunia barat adalah Rene Descartes. Descartes menawarkan
sebuah prosedur yang disebut keraguan metodis universal dimana keraguan ini
bukan menunjuk kepada kebingungan yang berkepanjangan, tetapi akan berakhir
ketika lahir kesadaran akan eksisitensi diri yang dia katakan dengan cogito
ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Teori pengetahuan yang dikembangkan
Rene Descartes ini dikenal dengan nama rasionalosme karena alur pikir yang dikemukakan
Rene Descartes bermuara kepada kekuatan rasio (akal) manusia. Sebagai reaksi
dari pemikiran rasionalisme Descartes inilah muncul para filosof yang
berkembang kemudian yang bertolak belakang dengan Descartes yang menganggap
bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman. Mereka inilah yang disebut
sebagai kaum empirisme, di antaranya yaitu John Locke, Thomas Hobbes, George
Barkeley, dan David Hume. Dalam makalah ini tidak akan membahas semua tokoh
empirisme, akan tetapi akan dibahas empirisme David Hume yang dianggap sebagai
puncak empirisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Empirisme
Beberapa pemahaman tentang pengertian
empirisme cukup beragam, namun intinya adalah pengalaman.
Di antara pemahaman
tersebut antara lain:
Empirisme adalah
suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal
dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa
fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris
dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
Empirisme
secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience.Kata-kata
ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) yang
berarti pengalaman Sementara menurut A.R.
Laceyberdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat
yangberpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial
didasarkankepada pengalaman yang menggunakan indera.
Para
penganut aliran empiris dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut
aliran rasionalisme. Mereka menentang pendapat-pendapat para penganut
rasionalisme yang didasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori.
Menurut pendapat penganut empirisme, metode ilmu pengetahuan itu bukanlah
bersifat a priori tetapi posteriori, yaitu metode yang berdasarkan atas hal-hal
yang datang, terjadinya atau adanya kemudian.
Bagi
penganut empirisme sumber pengetahuan yang memadai itu adalah pengalaman. Yang
dimaksud dengan pengalaman disini adalah pengalaman lahir yang menyangkut dunia
dan pengalaman bathin yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal manusia
hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan atau data
yang diperoleh melalui pengalaman.
B. Ajaran-ajaran
pokok Empirisme Yaitu:
a. Pandangan
bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman
inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c. Semua
yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua
pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e. Akal
budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi
mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f. Empirisme
sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.
C. Beberapa Jenis Emperisme
1. Empirio-Kritisisme
Disebut juga Machisme.
Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan
oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian
pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya,
sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia
sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan).
Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume
tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral
filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern
dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah.
Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
a) Ada
batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan
induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b) Semua
proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi
mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada
seketika
c) Pertanyaan-pertanyaan
mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3. Empiris
Radikal
Suatu aliran yang
berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman
inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan
pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan
kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang
belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa
memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka
mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti
jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak
ada dasar untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata:
Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme
akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat
sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak
dapat ditimba sampai habis sama sekali.
Metode filsafat ini butuh
dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang secara ilmiah.
Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh metode filsafat
lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan
dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah, penyusunan
kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan
kesimpulan.
D. Tokoh-tokoh Empirisme
Aliran
empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679),
namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David
Hume.
a. Jonh Locke
(1673-1704)
Ia
lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia
juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga
buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600;
letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government,
terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran
rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka
menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca
indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal
dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas
yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.
Dengan demikian dia
menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan
pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).
b. David Hume (1711-1776).
David
Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang
sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya
tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748
dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya
terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my
self at any time with out a perception (saya selalu memiliki
persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan
bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan
(impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu
pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri
manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi
pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar
empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang
di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi),
kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya
pengetahuan.
Empirisme
menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya (alam) untuk
mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak
kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya,
pengetahuan yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi
pancaindra selain daripadanya adalah bukan kebenaran (baca omong kosong). Dan
mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim (pengetahuan) atas
perkara dibalik penampakan (noumena) baik melalui pengalaman faktual maupun
prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas
persentuhan alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang
dapat tercerap secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan
tidak dianggap keabsahan sumbernya.
Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah
berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling
tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan
din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari
pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan
tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari
pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita,
terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia,
yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris
cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai
peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat
dijamin.
Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh
lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris
bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam
persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.
Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya,
pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada
kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu
dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai
pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau
orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat
harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan
antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan
benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta
atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian
kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar
berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya
sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.
E. Telaah Kritis
atas Pemikiran Filsafat Empirisme
Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki
beberapa keunggulan bahkan memberikan andil atas beberapa pemikiran
selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr. Ahmad Tafsir
mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu:
1) Indera
terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan
indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
2) Indera
menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan
dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3) Obyek
yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak
sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas
dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
4) Kelemahan
ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi
meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga
tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam
semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup
khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan
menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan
bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi
suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan
manusia. Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman
inderawi seperti hal-hal yang immaterial.
BAB III
KESIMPULAN
Emperisme merupakan suatu doktrin filsafat
yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan
peranan akal. Sebagai suatu doktrin empirisme merupakan lawan dari
rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang
sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari
panca indera manusia.
Dengan demikian berfikir secara induktif
merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang
kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus
tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir
secara induktif berarti berfikir dari kasus menjadi kasus umum.
Posting Komentar untuk "Filsafat Empirisme"